Ini sebuah fenomena dalam politik kita. Pilihan parpol belum tentu juga dituruti seluruh kadernya. Ada saja yang tidak mengikuti garis partai. Buktinya, kader parpol pendukung Prabowo-Sandi kini kembali meloncat ke kubu Jokowi-Ma'ruf. Setelah kader Demokrat yang sebelumnya malah mendukung Jokowi, giliran kader Partai Berkarya yang juga punya jejak serupa. Padahal, Demokrat dan Berkarya merupakan parpol yang ikut mengusung pencapresan Prabowo.
Manuver politik itu baru saja terjadi ketika Jenderal (Purn) Muchdi PR malah mendukung Jokowi. Padahal, Muchdi saat ini merupakan salah satu petinggi Partai Berkarya, parpol besutan Tommy Soeharto.
Keikutsertaan Muchdi sebagai pendukung Jokowi itu, seperti dilaporkan berbagai media massa, Minggu (10/2/2019), adalah ketika ribuan purnawirawan TNI-Polri yang berkumpul di Jakarta secara resmi mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi.
Padahal seperti diketahui, Muchdi selama ini dikenal cukup dekat dengan Prabowo. Kedekatan itu bahkan sudah terjalin sejak keduanya masih aktif di dinas militer. Saat Prabowo meninggalkan jabatan Danjen Kopassus untuk mengisi jabatan Pangkostrad, Muchdi merupakan pengganti Prabowo sebagai Komandan di Korps Baret Merah itu.
Sama seperti Prabowo, Muchdi juga pernah terseret dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Namun Muchdi pada akhirnya dibebaskan atas kasus itu dan berhenti dengan hanya menghukum Pollycarpus sebagai pelaku.
Dengan bergabungnya Muchdi ke kubu Jokowi, tentunya sangat wajar bila mengundang tanda tanya. Apakah dukungan itu murni atau karena ada faktor lain? Disebut murni apabila Muchdi memang merasa Jokowi adalah yang terbaik ketimbang Prabowo. Akan tetapi, Muchdi sudah sewajarnya pula meninggalkan Berkarya sebagai konsekuensi atas keputusannya itu. Sebab tak etis, ketika partai memutuskan mendukung Prabowo, tetapi kadernya malah menyeberang ke kubu Jokowi.
Bagaimana dengan faktor lain? Inilah yang masih misterius. Spekulasi publik langsung menyergap, jangan-jangan ada 'ancaman' politik terhadap Muchdi berkaitan dengan kasusnya di masa lalu? Pertanyaan ini wajar walaupun sangat sulit ditemukan jawabannya. Karena walaupun faktanya begitu, semisal karena adanya tekanan politik, tidak mungkin juga Muchdi mengakuinya.
Dengan kata lain, rasa penasaran publik akan tetap menggantung dan mustahil rasanya menemukan jawaban yang memuaskan. Jawaban Ketua DPP Berkarya, Badaruddin Picunang dalam keterangannya, Minggu (10/2/2019), yang menyebut dukungan Muchdi ke Jokowi adalah urusan pribadi, bukan atas nama partai, juga tampaknya belum memuaskan rasa ingin tahu publik.
Kira-kira, bergabungnya Muchdi ke Jokowi itu pertanda apa ya? Biarkanlah pertanyaan itu terus menggantung, karena dengan begitulah politik akan terus menarik untuk dicermati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H