Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tanda Tanya di Balik Korupsi Rp 5,8 Triliun Bupati Kotim

10 Februari 2019   11:42 Diperbarui: 10 Februari 2019   12:26 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih ingat dengan korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto alias Setnov? Jumlah duit negara yang dikorupsi Setnov bersama pihak-pihak lainnya mencapai Rp 2,3 triliun, atau separuh dari total anggaran yang digelontorkan pemerintah. Terbongkarnya kasus korupsi Setnov juga sempat menghebohkan politik nasional dan menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Ternyata masih ada yang lebih "hebat" dari Setnov. Bahkan bisa dibilang dua kali lebih hebat dari mantan Ketua DPR dan Ketum Golkar itu. Kehebatan itu terletak pada besaran korupsinya, yang kali ini juga dibongkar oleh KPK. Sosok yang mengalahkan rekor korupsi Setnov itu adalah Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah, Supian Hadi, yakni sebesar Rp 5,8 triliun USD 711 ribu. Wow!

Oleh KPK, Hadi yang juga merupakan kader PDIP tersebut ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP). Namun meski jumlahnya triliunan, uang yang diterima Hadi dari para pengusaha pertambangan bukanlah senilai total Rp 5,8 triliun.

KPK menetapkan nominal tersebut berdasarkan hitungan eksplorasi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan oleh PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining.

Di masa kampanye Pemilu saat ini, PDIP pun langsung bergerak cepat dengan memecat Hadi sebagai kader partai. Diberitakan banyak media massa, Kamis (7/2/2019), Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memastikan kader yang terlibat korupsi sudah dipecat. Namun begitu, Hasto juga merasa pihaknya dirugikan karena seolah-olah jumlah korupsi Hadi adalah sebesar Rp 5,8 triliun dalam bentuk uang.

Hasto kemudian mempertanyakan apakah kerugian negara akibat dampak lingkungan dihitung sebagai nilai korupsi. Supian sejauh ini hanya diduga menerima dua mobil mewah dan uang. Penerimaan itu diduga masih terkait perizinan bagi ketiga perusahaan tersebut. Kedua mobil mewah itu adalah mobil Toyota Land Cruiser seharga Rp 710 juta, mobil Hummer H3 seharga Rp 1,35 miliar, dan uang Rp 500 juta.

Protes PDIP atas hitung-hitungan potensi kerugian negara versi KPK itulah yang menarik dicermati. Apa sih variabel yang digunakan KPK untuk menghitung kerugian atas penerbitan IUP tersebut?

Dari sisi produksi, menghitung kerugian berdasarkan volume tambang batubara dan bauksit serta perkiraan besaran pajak yang seharusnya disetorkan ke negara, memang masih tergolong mudah dilakukan. Itu karena besaran produksi tambang ketiga perusahaan pemberi suap sudah pasti tercatat pada pembukuan. Dari catatan itu kemudian dihitung berapa pajak yang seharusnya disetorkan ke negara.

Namun bagaimana cara menghitung kerugian dengan variabel kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan? Inilah yang menurut saya sulit dilakukan. Apa ukuran yang digunakan untuk menentukan besaran kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan ketiga perusahaan itu? Misalnya saja, perusahaan A mencemari tanah, air, maupun hutan di sekitarnya, bagaimana cara "merupiahkan" kerugian yang ditimbulkan oleh kerusakan itu?

Agar tidak menjadi polemik, barangkali ada baiknya KPK memaparkan model penghitungan kerugian negara akibat pemberian IUP itu. Hal itu sangat penting agar tidak lagi menyisakan tanda tanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun