Bila berkunjung ke makam Keluarga Besar Raja Sisingamangaraja XII di Balige, Tobasa, Sumut, ada kemungkinan Anda akan menyaksikan secara langsung sebuah ritual yang mungkin sudah jarang terjadi belakangan ini. Pada awal Januari 2019, saya bersama keluarga cukup beruntung karena sempat menyaksikan ritual khas Batak itu.
Yakni, sebuah ritual Parmalim yang sebenarnya sudah terjadi turun-temurun dari nenek moyang orang Batak. Sebagai sebuah ritual, ada momen tertentu yang ternyata sangat mungkin membuat Anda merasa merinding. Ada suasana magis saat Anda menyaksikannya.
Seperti diketahui, Sisingamangaraja dari dinasti I hingga XII merupakan pemeluk agama Parmalim, yang saat ini masih tetap lestari meski pengikutnya tidak lagi berjumlah banyak. Karena jumlah pengikutnya tidak lagi sebanyak dulu, ritual seperti di makam Sisingamangaraja XII itu pun menjadi jarang disaksikan, khususnya bagi masyarakat perkotaan.
Parmalim sendiri merupakan agama yang dianut seluruh masyarakat Batak (khususnya Toba) sebelum kedatangan misionaris Jerman bernama IL Nommensen untuk menyebarkan ajaran Kristen Protestan, yang selanjutnya melahirkan gereja HKBP.
Namun bila diperhatikan, meski kini mayoritas memeluk Kristen, tetapi pengaruh Parmalim dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat Batak hingga kini masih tetap terlihat. Pengaruh paling kental itu bisa disaksikan dalam ritual adat seperti pesta pernikahan maupun kematian.
Antara lain, pemilihan kata dalam umpasa (pantun adat) Batak hingga kini masih didominasi ungkapan-ungkapan khas dari Parmalim. Misalnya, Ompunta Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Kuasa), dan ungkapan lain yang sama sekali bukan diadopsi dari Kitab Kristen. Hal tersebut membuktikan bahwa pengaruh Parmalim dalam kehidupan sosial-budaya Batak hingga kini masih tetap eksis.
Saksikan ritualnya dalam video berikut ini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H