Blunder. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pernyataan cawapres Sandiaga Uno yang ingin mengadopsi sebagian gaya Soeharto. Bagaimana mungkin era Soeharto dapat dijadikan rujukan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik?
Malah sebaliknya, pengelolaan kekayaan alam khususnya energi di zaman Orba justru sangat merugikan Indonesia.
Sandiaga, mengutip pemberitaan Kompas, Kamis (23/11) menyebut jika terpilih kelak bersama Prabowo sebagai presiden dan wakil presiden, akan menerapkan gaya kepemimpinan Soeharto khususnya dalam pengelolaan pangan dan energi. Sandi menginginkan adanya swasembada pangan dan energi.
Pernyataan Sandi ini dilontarkan guna merespons cuitan Siti Hediyati Hariyadi atau Titiek Soeharto sebelumnya. Lewat akun Twitter pribadinya, putri mendiang Soeharto itu melontarkan kalimat yang menyinggung orde baru, era kepemimpinan ayahnya.
"Sudah cukup... Sudah saatnya Indonesia kembali seperti waktu era kepemimpinan Bapak Soeharto yang sukses dengan swasembada pangan, mendapatkan penghargaan internasional dan dikenal dunia," demikian kicau @TitiekSoeharto yang diunggah pada Rabu, 14 November 2018.
Untuk sektor pangan, era Soeharto harus diakui memang terbukti mampu mengendalikan swasembada. Setidaknya pada era Soeharto sangat jarang terdengar ada masyarakat yang tidak mampu membeli beras atau harus menderita kelaparan.
Akan tetapi untuk sektor energi, justru di era Soeharto-lah seluruh kekayaan alam Indonesia 'digadaikan' kepada asing. Lihat saja, kontrak sektor migas raksasa seluruhnya ditandatangani di era Soeharto. Antara lain, Blok Rokan yang dikelola Caltex (sekarang Chevron), Blok Mahakam (Total EP), Blok Tangguh (BP Indonesia), Blok Cepu (Exxon Mobil), serta tambang emas Freeport.
Pertanyaannya, apakah Prabowo-Sandi akan kembali mengobral kekayaan alam Indonesia tersebut kepada asing? Sebaliknya, Jokowi saat ini justru bersusah payah untuk merebut kembali kontrak energi seperti Blok Mahakam, Freeport, dan Blok Rokan dari tangan asing.
Jika yang dimaksud Sandiaga adalah pengelolaan sektor energi baru terbarukan (EBT), sepertinya Soeharto hanya membangun beberapa pembangkit listrik tenaga air (PLTA) seperti Sigura-gura. Itu pun harus bekerjasama dengan Jepang yang membuat posisi Indonesia 'terjerat' selama 50 tahun lamanya. Sebaliknya, pengembangan EBT justru banyak digenjot di era Jokowi hingga menyasar ke seluruh pelosok negeri.
Sandiaga sepertinya tidak menyadari bahwa tata kelola energi yang saat ini sedang dibereskan Jokowi justru berawal di era Soeharto. Jika malah ingin mengembalikan ke zaman Orba, Sandiaga telah betul-betul melakukan blunder.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI