Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Melihat "Toilet Ranger" di Stasiun Klender

26 April 2018   23:30 Diperbarui: 26 April 2018   23:43 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toilet di Stasiun Klender (Foto: Pribadi)

Hiruk-pikuk sore mulai terasa di sekitar Stasiun Klender, Jakarta Timur. Puluhan pria berjaket hijau dipadu hitam tampak asyik dengan gawai masing-masing. Mereka tak lain adalah pengemudi ojek daring alias ojek online yang kerap disingkat 'ojol'. Abang-abang itu meski sebagian dari mereka ada juga yang berkelamin perempuan, sedang menanti pesanan penumpang yang mencapai puncaknya sesaat matahari pulang ke peraduan.

Namun meski "jam sewa", banyak juga dari abang-abang ojol yang memilih berkumpul sembari menyeruput kopi bergelas bekas air mineral. Ada kebahagiaan di wajah mereka meski hanya duduk beralaskan selembar tikar yang digelar di atas trotoar. Kuliner khas kaki lima pun makin ramai dengan kehadiran berbagai macam jajanan. Namun entah bagaimana sejarahnya, kuliner yang paling banyak ditemui di Klender adalah bebek goreng, selain satu-dua sate ayam khas Madura.

Deru mesin kereta diesel yang "melintas langsung", istilah untuk kereta yang tidak berhenti sejenak di stasiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, seketika mendominasi keriuhan sore itu. Pengumuman dari pengeras suara yang menyebut kereta jurusan Bekasi-Jakarta Kota akan segera memasuki Stasiun Klender, menggoda saya untuk segera menempelkan kartu komuter berwarna merah di pintu masuk elektronik. "Tit..," pintu elektronik itu berbunyi diikuti lampu berwarna hijau, tanda kartu komuter masih punya saldo.

Sekira tujuh meter dari pintu masuk elektronik itu, saya pun kembali memandangi dua buah kotak berwarna biru yang berukuran kira-kira satu meter persegi dengan tinggi tiga meter. Ya, setiap singgah di Stasiun Klender, ritual yang wajib saya lakukan adalah memandangi kedua kotak yang terbuat dari plastik itu. Tak lain, kotak biru itu adalah WC atau toilet yang memang disediakan pengelola Stasiun Klender. Dari bentuknya, toilet itu mirip dengan toilet non permanen yang kerap ditemui di pusat keramaian seperti di Monas maupun Ancol. Saya penasaran, kenapa sih pihak stasiun tidak membangun toilet yang permanen dan lebih layak digunakan?

Saya pun membayangkan antrian panjang di toilet yang menurut saya "ranger" itu, mengutip istilah dalam kesatuan tentara. Hanya satu WC untuk pria dan satu untuk wanita. Maka jika ada dua orang pria atau wanita yang membutuhkan toilet sekaligus, mau tidak mau budaya antri harus ditegakkan. Padahal, masih banyak ruang kosong yang bisa dimanfaatkan pihak stasiun untuk membangun WC yang lebih layak. Barangkali, berdasarkan pengalaman masuk-keluar stasiun kereta di Jabodetabek, hanya Stasiun Klender-lah yang hanya difasilitasi satu toilet saja.

Nah, sekadar tips bepergian menggunakan kereta, jangan pernah "kebelet" di Stasiun Klender. Urusannya bisa panjang. Hehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun