Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seandainya Semua Gubernur Tiru Kepedulian Ganjar Pranowo

17 Januari 2018   17:01 Diperbarui: 17 Januari 2018   17:02 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo (Foto: Twitter/@kominfo_jtg)

Ini bukan sedang kampanye walau judulnya saya akui beraroma kampanye. Tetapi faktanya, saya bukan warga yang ber-KTP Jawa Tengah. Hanya sekadar menyajikan fakta yang dirasakan secara langsung serta pengamatan lewat dunia maya. Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) yang kini kembali bertarung di Pilgub 2018, adalah salah seorang kepala daerah setingkat gubernur yang menurut saya sangat peduli terhadap daerahnya.

Bukti kepedulian itu terlihat saya bersama keluarga berkunjung ke Semarang, tahun lalu. Dari sebuah terminal di pinggiran kota Semarang (saya lupa nama terminal itu), usai menempuh perjalanan sekitar tiga jam dari Solo, kami melanjutkan jalan-jalan "ala marhaen" dengan menaiki bis Trans Semarang, angkutan umum seperti Trans Jakarta. 

Bedanya, Trans Semarang mewajibkan seluruh penumpang membayar karcis. Anak-anak balita ikut dipungut dengan harga tiket yang sama dengan penumpang dewasa. Pokoknya bayar. "Gawat juga ini, bah," dalam hati bergumam.

Dari terminal yang relatif sepi itu, Trans Semarang mulai menyisir satu per satu halte di pinggir jalan. Halte di sini juga belum semuanya berukuran besar dan permanen seperti di Jakarta. Di halte-halte tertentu hanya disediakan tangga berukuran besar sebagai jembatan memasuki bis. Lalu, tibalah bis yang kami tumpangi di sebuah halte cukup ramai penumpang. Saya taksir, penumpang itu adalah sekumpulan mahasiswa.

Tak disangka tak diduga, kernet Trans Semarang meminta agar anak perempuan saya untuk dipangku saja. Saya protes, dong. Wong saya bayar tiket kok malah disuruh memangku? Apalagi, yang mau dipersilakan duduk masih berusia muda. Beda cerita kalau penumpang itu adalah lansia, wanita hamil, atau penyandang disabilitas. Kalau itu, sudah pasti saya persilakan dengan senang hati. Kernet itu pun diam saja, tidak membantah argumen saya.

Tetapi sikap kernet itu membuat saya kesal juga. Maka selepas turun di sebuah halte di tengah kota, saya langsung saja mengirimkan pesan Whatsapp kepada Gubernur Ganjar. Mengadukan tentang peristiwa yang baru saya alami. Ia membalasnya dengan segera. Kira-kira inti jawabannya begini: "Terima kasih atas masukannya. Kalau yang bagus dari Semarang apa?" "Aspal jalanannya mulus, Pak" balasku lagi.

Balasan itu tentu saja membuat saya cukup puas. Terlepas Ganjar menindaklanjuti aduan itu atau tidak. Tetapi setidaknya ia telah menunjukkan kepeduliannya terlebih dahulu. 

Mungkin saja ia langsung melupakan laporan itu, tetapi mungkin juga langsung meresponnya dengan mencabut peraturan pengenaan tiket Trans Semarang untuk anak-anak balita. 

Entahlah, siapa tahu juga warga Semarang memang menikmati peraturan seperti itu. Itulah pengalaman berkomunikasi dengan Ganjar meski saya hanya berstatus sebagai pelancong di Jawa Tengah. Oh ya, saya sama sekali belum pernah bertemu ataupun mengenal Ganjar hingga saat ini.

Kepedulian Ganjar juga bisa dengan mudah dipantau lewat dunia maya. Saya tidak tahu, dalam sehari Ganjar menghabiskan waktu berapa jam hanya untuk memantau perkembangan daerahnya melalui media sosial twitter. 

Tetapi yang jelas, lewat akun twitter pribadinya, @ganjarpranowo, kita bisa dengan mudah melihat bagaimana respons yang ditunjukkan Ganjar atas pengaduan banyak warganet. Segala macam aduan dilayani Ganjar dengan baik, termasuk aduan curhat galau para anak muda. Ganjar berusaha menempatkan dirinya sebagai pelayan rakyat Jateng, bukan sebagai pejabat umumnya yang cenderung ingin dilayani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun