Lantas, kemana bis kota? Sepertinya sudah cukup sulit menemukan bis kota di tengah kemacetan Jakarta, menyusul beroperasinya bis TransJakarta sejak beberapa tahun lalu. Kalaupun ada, rute bis tersebut biasanya adalah trayek jauh yang hampir seluruhnya melintasi jalan tol. Sementara di jalan arteri, umumnya dikuasai mobil pribadi dan motor pribadi.
Warga Jakarta dan sekitarnya memang sejak lama sudah terjebak dalam kepraktisan berkendara. Ini tak terlepas dari gaya hidup perkotaan yang menuntut segalanya wajib serba cepat. Lambat laun, gaya hidup kepraktisan berkendara itu pun berubah menjadi sebuah gengsi khas metropolitan dengan semakin mudah dan terjangkaunya kendaraan roda empat. Tak peduli terjebak macet yang penting nyaman di dalam mobil sendiri.
Teknologi Mengubah Segalanya
Harus diakui, kehadiran teknologi yang amat pesat belakangan ini merupakan berkah yang layak disyukuri. Sebab, segala urusan kini jauh lebih mudah dan cepat. Kendali kehidupan seolah sudah berada di ujung jari. Berkah itu pun hinggap di sektor transportasi yang ditandai dengan semakin ramainya jasa transportasi online, roda dua dan roda empat.
Meski begitu, horor kemacetan Jakarta akan sulit terbendung apabila masyarakat pengguna transportasi online masih menerapkan satu orang satu kendaraan. Cara paling ampuh untuk menekan kemacetan itu tak lain adalah dengan menerapkan konsep berkendara bersama alias ride sharing. Hitungannya sederhana saja, satu kendaraan pribadi mampu menampung sebanyak 5 penumpang.
Atau taruhlah satu mobil dengan konsep ride sharing diisi 2-3 penumpang. Sudah berapa banyak kendaraan pribadi yang berkurang? Jumlahnya sudah pasti fantastis jika dihitung berdasarkan populasi warga yang mempunyai urusan pekerjaan di Jakarta.
Memang tak mudah untuk mengubah gaya hidup kaum urban yang sudah terlanjur nyaman dengan kendaraan pribadi miliknya. Namun, saya yakin ketidaknyamanan itu hanya akan berlangsung sebentar saja. Perlahan, ride sharing akan berubah menjadi gaya hidup yang digandrungi masyarakat perkotaan. Nyaman, murah, dan bebas macet.
Dan, ini bagian paling penting. Di sana tak ada lagi tatapan tajam yang mengerikan. Tetapi barangkali akan digantikan oleh lirikan tajam yang penuh makna. Eits, dilarang baper!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H