Lengser dari kursi Menteri ESDM, Sudirman Said langsung tancap gas di politik praktis. Satu hal yang terus tersisa dari Sudirman adalah tentang kegeraman dirinya terhadap akrobat politik Ketua DPR Setya Novanto. Kegeraman Sudirman itu terlihat jelas dari sejumlah kicauannya di media sosial twitter.
Lewat akunnya @sudirmansaid, ia sering menumpahkan kekesalannya terhadap Novanto. Ketika Novanto memenangi gugatan praperadilan yang mencabut status tersangka korupsi e-KTP, Sudirman pun langsung berkicau cadas. "Hantaman tak terperi ke KPK dimulai ketika manusia bermasalah kembali pimpin DPR. Jawab dg jujur: tangan kuat siapa yang mengembalikannya?" kicau Sudirman.
Perseteruan Sudirman dan Novanto diketahui bermula saat renegosiasi kontrak Freeport yang telah berlangsung di era Sudirman sebagai Menteri ESDM. Saat itu, Sudirman nekad melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, dengan mengusung bukti rekaman pembicaraan yang diduga melibatkan Novanto dan petinggi Freeport. Kasus inilah yang akhirnya menjadi isu nasional hingga memunculkan istilah "Papa Minta Saham". Akibatnya, Novanto pun mengundurkan diri sebagai Ketua DPR.
Sudirman mungkin tidak menduga, niat baik melaporkan Novanto malah ikut berdampak pada dirinya. Jika Novanto mengundurkan diri, Sudirman pun akhirnya kena reshuffle kabinet jilid II. Entah kebetulan atau tidak, Novanto dan Sudirman sama-sama "tumbang" dalam pusaran kasus "Papa Minta Saham".
Namun, tak lama berselang, Novanto pun sukses bangkit kembali. Diawali dengan kemenangannya merebut kursi Ketua Umum dalam Munas Golkar di Bali. Tak perlu waktu lama, usai menggenggam Golkar, Novanto pun kembali merebut singgasana Ketua DPR dari Akom, koleganya sesama kader Beringin. Novanto kembali berjaya. Lolos dari "Papa Minta Saham" dan selanjutnya memimpin Golkar dan DPR.
Pada episode berikutnya, Novanto kembali melenggang dalam pusaran kasus e-KTP, usai menggugurkan status tersangka yang telah ditetapkan KPK terhadap dirinya. Sementara Sudirman, harus puas memandang dari jauh betapa Novanto memang seorang politisi yang betul-betul "licin".
Gesekan dengan Novanto, sejauh ini boleh dikatakan merupakan kenangan politik yang sangat melekat kepada Sudirman. Sebelumnya, semasa dipercaya sebagai Dirut PT Pindad (Persero), sepak terjang Sudirman nyaris luput dari pantauan publik. Bahkan, munculnya Sudirman sebagai Menteri ESDM dalam Kabinet Jokowi, merupakan kejutan politik yang sama sekali di luar prediksi banyak pihak.
Usai "dikalahkan" Novanto, ternyata membawa pelajaran penting bagi Sudirman. Pria yang dikenal pegiat antikorupsi ini pun menyadari, satu-satunya cara untuk mengubah keadaan bangsa adalah dengan terlibat langsung dalam politik. Maka mau tidak mau, Sudirman yang sebelumnya lebih punya rasa akademisi, kini perlahan menjajaki dunia praktisi dengan berupaya membaurkan diri dengan seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Sebagai putera asli Brebes, Jawa Tengah, Sudirman lantas menjajaki peluang untuk maju sebagai calon gubernur Jawa Tengah, periode 2018-2023. Sosialisasi demi sosialiasi sudah acap dilakukan Sudirman. Menemui masyarakat kelas bawah, pemuka agama, tokoh masyarakat, maupun kelompok akademisi, menjadi kegiatan rutin Sudirman dalam beberapa waktu belakangan. Ia rupanya sangat ingin mengubah keadaan Jawa Tengah, yang saat ini masih dipimpin Ganjar Pranowo, seorang kader PDIP.
Safari politik Sudirman yang kian gencar akhirnya ditangkap petinggi partai. Wacana politik pun berkembang dengan mempertimbangkan latar belakang Sudirman. Ia pun digadang-gadang layak menjadi Jawa Tengah-1, meski statusnya bukan sebagai kader sebuah partai politik.
Namun, dinamika politik saat ini pun sedikit bergeser. Sudirman yang awalnya sangat yakin didukung partai menjadi calon gubernur, menjadi tak soal apabila harus dipasang sebagai calon wakil gubernur. Konon, Sudirman akan dipasangkan dengan Marwan Jafar, kader PKB yang juga pernah menjadi menteri di era Jokowi.