Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kiat Cerdas Finansial: Lihat, Pastikan, Senang

28 Agustus 2017   01:05 Diperbarui: 28 Agustus 2017   14:18 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENABUNG merupakan salah satu cara paling klasik sekaligus teruji bila berbicara tentang kiat menyiasati kondisi keuangan di masa yang akan datang. Dengan menabung, memenuhi kebutuhan yang telah direncanakan akan jauh lebih mudah tercapai. Dalam perkembangannya,  kegiatan menabung juga mengalami penambahan makna, yakni menjadi suatu cara untuk mengamankan uang dalam jumlah kecil maupun besar.

Guna memfasilitasi kedua kegiatan tersebut, yakni menabung dan menyimpan, lahirlah sebuah instansi yang bernama bank. Di Indonesia sendiri, kehadiran bank yang berfungsi untuk menyimpan dan menyalurkan pinjaman telah ada sejak era pra-kemerdekaan, tepatnya pada 1828 silam.

Dalam periode berikutnya, kehadiran bank ke Indonesia harus diakui telah banyak memberikan sumbangsih bagi pembangunan. Entah itu bank milik pemerintah maupun bank yang dikelola oleh swasta. Alasannya, bank tidak lagi hanya sebatas menjembatani aktivitas menabung ataupun menyimpan. Lebih dari itu, bank juga berperan menyalurkan pinjaman kepada nasabah korporasi maupun nasabah pribadi untuk digunakan sebagai modal usaha. Dampaknya, pembangunan pun terlihat di mana-mana yang pada akhirnya memicu bergeraknya roda perekonomian di tengah masyarakat.

Kendati begitu, krisis moneter 1998 lalu, telah mengubah persepsi banyak orang terhadap sebuah bank. Itu tak lain karena banyaknya bank yang ternyata belum mempunyai ketahanan keuangan yang mumpuni untuk menjamin pengembalian dana nasabah yang telah ditabung. Tak sedikit nasabah yang menabung uang dalam jumlah besar terpaksa harus "gigit jari" lantaran bank tempat mereka menabung akhirnya terpaksa ditutup pemerintah karena tidak sanggup mengembalikan dana nasabah.

Berbekal pengalaman pahit tersebut, menabung atau menyimpan uang di bank, apalagi dalam jumlah besar, perlahan mengalami periode hilangnya kepercayaan dari masyarakat. Sebagai gantinya, masyarakat kemudian beralih ke lembaga keuangan lain yang umumnya berbadan swasta. Akan tetapi, lembaga keuangan alternatif ini pun lagi-lagi ternyata belum sepenuhnya mampu menggantikan peran bank. Selain karena suku bunga yang lebih tinggi dari bank umum, masyarakat juga belum terlalu yakin tentang ketangguhan lembaga keuangan alternatif  apabila sewaktu-waktu terjadi krisis moneter.

Dalam menjawab keraguan masyarakat tersebut, dibutuhkan sebuah lembaga yang betul-betul menjaga dana nasabah yang disimpan di bank umum atau lembaga keuangan alternatif yang belakangan jamak dikenal Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pemerintah Indonesia lantas mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sesuai amanat UU No 24 Tahun 2004. Dengan adanya LPS, dana nasabah yang tersimpan di bank umum maupun BPR akan dijamin oleh pemerintah.

Meski demikian, sebelum mengembalikan dana nasabah yang bermasalah dengan bank maupun BPR, LPS akan terlebih dahulu melakukan pengecekan administratif. Pengecekan itu lazim disebut dengan 3T, yakni tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat suku bunga penjaminan, dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank. Nasabah juga perlu mengetahui hal penting lain yang diatur dalam LPS seperti adanya aturan tentang batas maksimum suku bunga yang dijamin, serta dana maksimum yang ditanggung LPS.

Cerdas Pangkal Selamat

Infografis: LPS
Infografis: LPS
Hemat pangkal kaya, adalah pribahasa lawas yang hingga kini masih terasa relevan. Bahkan, pribahasa tersebut kian bermakna ketika masyarakat di zaman serba instan saat ini seringkali terjebak dalam perilaku konsumtif. Gempuran berbagai produk dari yang termurah hingga termahal kini terpampang di depan mata, tanpa harus menghabiskan waktu dan tenaga untuk pergi berbelanja. Segalanya sudah tersedia di layar gadget, tinggal pilih sesuai selera dan cocok harga, maka barang yang diinginkan akan segera tiba di tempat Anda.

Namun, perilaku konsumtif tersebut bagi sebagian orang malah kerap berubah menjadi bumerang. Penyebabnya, pendapatan dan pengeluaran mengalami ketimpangan. Tentu saja itu bukan contoh yang layak ditiru. Sebaliknya, kegiatan menabung adalah cara yang paling efektif untuk mengerem pengeluaran agar berbasis kebutuhan. Bukan pengeluaran yang hanya didasari oleh keinginan belaka. Sebagai contoh, jika masih bisa mengendarai sepeda motor, alangkah bijak dengan mengerem keinginan untuk mencicil mobil.

Dengan mengedepankan asas kebutuhan, niscaya hasil pendapatan yang tersisa akan dengan mudah disimpan dalam bentuk tabungan. Kelak, tabungan tersebut akan sangat berguna ketika ada kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Lantas, bagaimana sih menabung yang cerdas itu? Pertanyaan ini sangat penting dijawab agar jangan sampai dana tabungan yang telah disimpan dalam waktu relatif lama, malah sulit dicairkan karena tidak hati-hati memilih instrumen penyimpanannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun