Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pansus e-KTP dan Simalakama "Reshuffle" Kabinet Jokowi

10 Juni 2017   22:44 Diperbarui: 10 Juni 2017   22:52 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi mengumumkan reshuflle kabinet, Juli 2016 (Kompas.com)

KASUS dugaan korupsi e-KTP yang menyeret sejumlah nama anggota DPR akhirnya menimbulkan reaksi politik dari hampir seluruh fraksi di DPR. Jika sebelumnya Partai Amanat Nasional (PAN) enggan mendukung Panitia Khusus (Pansus) Angket KPK, kini berbalik badan, tak lama setelah Amien Rais, politisi senior PAN, disebut menerima aliran uang sebesar Rp 600 juta dari tersangka Siti Fadilah Supari terkait korupsi alat kesehatan (Alkes). Padahal sebelumnya, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan menyatakan partainya tidak akan mendukung Angket KPK. Namun sikap partai yang didirikan Amien Rais ini berubah mendekati pembentukan struktur pansus.

Bahkan, Amien secara terang-terangan mendatangi Gedung DPR saat rapat pembentukan struktur pansus berlangsung. Namun, Amien menegaskan PAN mengirim wakil ke pansus untuk turut serta memberi masukan kepada KPK. Tentu saja pernyataan Amien harus disikapi dengan pikiran bijak, bukan lantas menudingnya seolah balas dendam karena terseret dalam pusaran korupsi Alkes.

Uniknya lagi, politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa terpilih sebagai ketua panitia khusus hak angket KPK. Di sisi lain, nama Agun masuk ke dalam daftar penerima uang proyek e-KTP yang kasusnya tengah ditangani KPK dan bergulir di pengadilan. Ia disebut menerima duit sebesar 1 juta dollar AS saat menjadi anggota Badan Anggaran DPR.

Makin menarik lagi lantaran PDIP sebagai partai pemerintah juga ikut mengirim wakilnya ke Pansus e-KTP sebagai wakil ketua. Begitu juga dengan NasDem dan Hanura juga menempati posisi wakil ketua. PPP dan PAN juga begitu, yang ikut mengirimkan anggotanya. Itu artinya, hanya PKB meski berstatus partai pendukung pemerintah yang enggan mengirimkan anggotanya. PKB kini satu gerbong dengan PKS, Gerindra, serta Demokrat.

Mencermati dukungan partai pemerintah terhadap Pansus e-KTP, tentu akan menimbulkan spekulasi baru. Apakah Jokowi akan melakukan perombakan kabinet dalam waktu dekat? Sebab, semua tahu Jokowi sangat mendukung keberadaan KPK. Bayangkan, partai pendukung Pansus e-KTP telah diberikan jatah pos menteri ataupun jabatan strategis lainnya, tetapi kok malah menikam pemerintah dari belakang?

Namun, merombak kabinet bagi Jokowi mendekati Pemilu 2019 juga cukup berisiko. Apalagi jika dikaitkan dengan masuknya PDIP di Pansus e-KTP. Sebagai pendukung utama di Senayan, Jokowi memang mau tidak mau harus bergantung kepada PDIP. Di sinilah dilema bagi Jokowi. Melawan PDIP sama saja dengan mendekatkan diri pada jurang kekalahan di Pilpres 2019. Begitu juga dengan partai lainnya seperti NasDem dan Hanura, ataupun PPP. Alasannya, mencoret menteri kader partai tersebut kemungkinan besar akan memunculkan reaksi politik baru di kalangan parlemen. Bisa-bisa, Koalisi Merah Putih (KMP) yang dulu sempat berjaya akan muncul kembali.

Pansus e-KTP kini berubah menjadi simalakama bagi Jokowi. Di satu sisi, Jokowi ingin melindungi KPK tetapi malah direcoki partai pendukung pemerintah. Di sisi lain, apabila Jokowi mencopot menteri kader partai pendukung, berpotensi akan menggerus kepemimpinannya hingga 2019, dan bahkan menjadi sandungan untuk maju kedua kalinya.

Seperti diketahui, Pansus e-KTP dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.

Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul. Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun