"Kita open and auditable, pak", demikian kata mbak Hanna menjawab pertanyaanku tentang model bisnis dari outsourcing company (OC) yang dipimpin beliau. Kantor cabangnya ada di seluruh nusantara sejalan dengan banyaknya kontrak kerja yang diterima dari perusahaan pemberi kerja. Ini bagian dari riset kecil-kecilan yang aku lakukan dalam mempersiapkan tulisan ini.
Artinya, semua pemberi kerja -- perusahaan pemberi kerja, yang juga Kementerian jika meng-outsource-kan beberapa pekerjaan nantinya -- memiliki akses untuk memeriksa semua hal untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan sudah sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dokumen dan lapangan di mana pekerja ditempatkan. Pun bisa bertanya secara langsung kepada karyawan yang dipekerjakan oleh OC tersebut. Termasuk gaji dan tunjangan lainnya yang diterima pekerja, hal yang sering disalahpahami oleh banyak orang sehingga memosisikan OC secara negatif.
Setiap hari selalu banyak orang yang datang ke kantor-kantor OC yang mendaftar untuk mengikuti seleksi penerimaan karyawan. Disimpan di bank data untuk setiap saat dipanggil jika memenuhi kriteria pemberi kerja. Banyak yang terpanggil namun sedikit yang terpilih, karena tidak semua memenuhi kualifikasi. Hanya yang terbaik yang diterima sebagai pekerja.
Jadi, kenapa masih ragu, dan kenapa masih sangsi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H