Adalah wacana menarik tentang pembelian subsidi BBM yang mengharuskan pakai aplikasi MyPertamina. Tujuannya tentu mulia, yakni menghindari kebocoran subsidi BBM yang pada praktiknya masih bisa dinikmati oleh semua pemilik kendaraan termasuk yang mewah yang sejatinya tidak layak lagi menikmati subsidi dimaksud.
Disebutkan, realisasi subsidi energi pada 2021 tercatat mencapai Rp 142 triliun, melonjak 30,5% dari 2020 yang tercatat sebesar Rp 108,8 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, lonjakan subsidi energi pada 2021 tersebut karena volume penyaluran BBM bersubsidi pada 2021 naik menjadi 16 juta kilo liter.
Dan selalu ada kecenderungan menaik dari setahun ke setahun.
Untuk memastikan eksekusi yang rapi, sebaiknya aplikasi dimaksud terlebih dahulu dibikin rapi. Tantangannya adalah dari Pertamina sendiri. Berdasar pengalamanku, masih banyak SPBU yang belum siap dengan teknologi digital. Perjalanan bisnis minggu lalu ke Provinsi Riau membuktikan bahwa tidak mudahnya menemukan SPBU yang punya mesin EDC untuk bertransaksi dengan kartu kredit.
Faktor kelancaran jaringan juga merupakan tantangan berat. Sebagaimana kita ketahui, lokasi SPBU banyak juga tersebar di pinggiran kota. Perjalanan yang sama ke Riau minggu lalu juga membuktikan hal tersebut.
Masyarakat penikmat subsidi BBM "hanya" perlu diedukasi, karena kepemilikan gadget dengan smartphone tidak terlalu menjadi isu walau tetap perlu menjadi pertimbangan serius. Di antara 44 juta pemilik smartphone apakah sudah semuanya adalah golongan yang akrab dengan aplikasi? Lagi-lagi perjalanan minggu lalu itu mengingatkanku tentang para supir truk yang sangat banyak jumlahnya membawa hasil bumi yang lalu lalang sepanjang jalan lintas provinsi tersebut. Untuk yang belum memiliki smartphone -- seperti supir truk atau pun kalangan lainnya -- harus tersedia opsi, paling tidak untuk tahap awal pelaksanaan.
Kepemilikan kendaraan yang sama dengan pemilik aplikasi yang membeli BBM bersubsidi juga menjadi faktor krusial. Jangan sampai mobil mewah diisi BBM bersudsidi pakai aplikasi supir pribadi. Data pemilik kendaraan (sesuai STNK, bukan sekadar KTP) yang link dengan aplikasi mungkin salah satu solusi. Tapi, jangan sampai pula malah menimbulkan persoalan baru, misalnya supir pribadi malah tidak boleh mengisi BBM karena bukan pemilik kendaraan.
Artinya, semua dibikin dulu rapi. Penggunaan teknologi aplikasi adalah sesuatu yang pasti, sebagaimana keinginan untuk tepat sasarannya penikmat subsidi, dan pelayanan terbaik Pertamina juga menjadi pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H