Jika merujuk data yang dirilis oleh Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika, dari tahun 2017 hingga 2022, Kemkominfo melalui layanan CekRekening.id menerima kurang lebih 486.000 laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.Â
Dari jumlah 486.000, penipuan (fraud) transaksi daring berjumlah kurang lebih 405.000 laporan. Diikuti dengan fraud investasi daring fiktif dengan jumlah kurang lebih 19.000 dan fraud jual beli daring sebanyak 12.000 laporan (Kominfo, 22/10/2022).
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa transaksi berbasis online masih sangat rentan dengan tindakan penipuan, apalagi terhadap masyarakat yang kurang mengetahui aspek legalitas suatu barang atau jasa yang ditawarkan melalui internet.Â
Oleh sebab itu, penting untuk diketahui apa itu "penipuan" dan unsur-unsurnya, baik secara konvensional maupun nonkonvensional atau berbasis elektronik, agar masyarakat memperoleh literasi hukum dalam perkembangan dunia digital.
Penipuan sebagai Tindak Pidana
Dalam pengertian yuridis, pengertian "penipuan" digolongkan ke dalam rumusan tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun demikian, rumusan tersebut bukan merupakan suatu definisi, melainkan untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.
Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."
Kejahatan "penipuan" (fraud) atau dalam bahasa Belanda disebut "bedrog", diatur di dalam Pasal 378 sampai 395 KUHP, Buku II Bab XXV.
Dalam Bab tersebut digunakan kata "penipuan" atau "bedrog", karena sesungguhnya di dalam bab ini diatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dalam mana oleh si pelaku telah melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau tipu muslihat.