[caption id="attachment_315329" align="aligncenter" width="300" caption="Panduan Kegiatan Rekrutmen Kerja khusus untuk orang asing (dok Pribadi)"][/caption]
Satu April, dimulainya tahun ajaran baru di Jepang. Tetapi hari Jum’at yang lalu, merupakan hari terakhirku mengajar untuk semester ini. Cepet sekalli, perasaan baru kemarin perkuliahan semester genap ini dimulai, kok ujug-ujug sudah berakhir. Padahal Tahun Ajaran Baru 2014-2015, baru akan dimulai 3 bulan lagi.
Setelah ini mereka libur panjang. Dikelender akademik tertulis semuanya akan berakhir akhir Januari. Inilah ciri khas dari Perguruan Tinggi Swasta. Untuk promosi mencari calon siswa dibutuhkan waktu yang panjang. Tidak beda dengan di Indonesia. Masa-masa begini yang paling repot adalah calon mahasiswa lulusan SMA, dan mahasiswa yang sedang duduk di tahun ketiga. Yang tahun keempat, sudah leha-leha tinggal selesaikan skripsi, dan jelas-jelas lulus. Kemudian tinggal persiapan mental sebagai 新人者shinjinsha, orang baru dalam suatu perusahaan. Yang ingin aku bahas dalam tulisan ini adalah tentang pengangguran elit, sebagai fenomena yang terselubung rapi. Tidak banyak orang luar Jepang mengetahuinya. Hehehe ternyata ada juga ya di negara ini. Kemarin tatap muka terakhir semester ini Kelas Mengarang Bahasa Indonesia, Jurusan Study Asia, di salah satu Universitas besar di Nagoya yang saat ini aku pegang, tidak seperti biasanya. Separuh diantaranya berpakaian jas lengkap berdasi, baru nggeh setelah seorang siswa maju, minta ijin untuk keluar kelas lebih awal, karena jam interviewnya mepet dengan jam perkuliahan. Bulan bulan seperti ini sampai sekitar bulan Mei, akan banyak pemandangan anak-anak mahasiswa berbusana ala kantoran. Karena inilah waktunya mereka berebut untuk dapatkan kursi sebagai pegawai baru di perusahaan-perusahaan besar di Jepang. Masa perekrutan yang serempak seperti ini yang menyebabkan persaingan dan spekulasi di antara mereka besar sekali. Karena selain masa-masa ini hanya ada perusahaan-perusahaan yang kecil saja yang membuka lowongan kerja. [caption id="attachment_315331" align="aligncenter" width="300" caption="Panduan berbusana saat mengikuti kegiatan mencari info kerja (dok Pribadi)"]
[/caption] Yang perempuan pakai rok span di bawah lutut dan belzer hitam dengan blouse putih. Tas hitam, dan sepatu model pump dengan hak yang tidak seberapa tinggi, juga hitam. Dan memakai syalnya yang juga polos terlilit di leher. Rambut disanggul rapi. Yang laki-laki juga tidak jauh beda penampilannya. Tidak boleh menyolok, harus jaga imej. Itu panduan tertulis yang wajib ditaati. Walhasil, mereka kayak berseragam. Padahal kalau hari-hari biasa,
oaalah… mereka dandan abi-abisan, modis banget, maklum unversitas swasta bagus dan tergolong mahal.
Kembali menyoal 就職活動, shushoku katsudou, masa cari info kerja, masa rekrutmen pegawai baru. Kegiatan itu melingkupi macam-macam aktivitas. Di antaranya, mendatangi pameran info kerja, menghadiri seminar tentang suatu perusahaan, mendatangi para senior atau alumni yang telah bekerja di suatu perusahaan, memasukkan Entry Data dll. Jika pihak perusahaan memberi lampu kuning hasil dari penyeleksian Entry Data, barulah calon ini kirim CV dan surat lamaran. Sementara itu masih punya kesempatan melihat-lihat kemungkinan peluang yang lain. Setelah itu jika pihak perusahaan berminat, baru interview yang pertama diadakan, lanjut yang kedua dan bahkan ada yang kelima. Cukup ruwet kelihatannya. Kalau diterima, kapan mereka bekerjanya? Masih jauh…. Masih nanti bulan April tahun 2015, Masih setahun lebih. Mereka sekarang ini masih semester 6, bulan april ini baru masuk tahun ke 4. Nah loo. Terus, apakah mereka masih akan meneruskan kuliahnya dan menyelesaikan skipsinya? Tentu saja ya, masih terus ambil beberapa matakuliah yang belum sempat terprogram dan masih juga meneruskan atau baru memulai skripsinya. Kalau kita melihatnya mungkin aneh ya,
Lha wong rencana kelulusan maret 2015, tapi selambatnya bulan Juli, mereka sudah ada kepastian diterima di suatu perusahaan tertentu.
[caption id="attachment_315333" align="aligncenter" width="300" caption="Desain waktu menurut panduan (dok Pribadi)"]
[/caption]
Sempat juga aku mengadakan perbincangan kecil-kecilan ditengah waktu mengajar. Ketika kutanya berapa kali mengikuti pameran umum, seminar yg diadakan perusahaan tertentu, dan berapa kali entry data, waah beragam banget jawabannya. Seorang mahasiswi mengaku sudah berapa kali ikut kegiatan seperti itu. Dan bahkan ada yang sudah habiskan uang ratusan ribu, terutama untuk transportasi, perlu uang banyak sekali. Trus bagaimana kalau mereka sampai bulan Mei, belum ada juga yang tertarik untuk masukan lamaran ke perusahaan tertentu ataupun sudah berkali-kali mengikuti interview tapi gagal terus? Ini yang menarik, karena setahu aku tidak ada orang yang melakukan ini di Indonesia. Mereka memiliki trik-trik tertentu, salah satunya mereka akan memperpajang masa kuliah walaupun Mata Kuliah sudah terprogram habis dan Skripsi sudah terselesaikan sekalipun. Melongooo aku dibuatnya. Nah lhoo ini yang beda banget dengan di indonesia, kenapa begitu?
Pada saat itu posisi mereka bisa dikatakan sebagai pengangguran, tapi beda banget kondisinya. jikalau di Indonesia pengangguran itu terlihat setelah si mahasiswa terburu-buru menyelesaikan skrpsi dan lulus. Kemudian mencari-cari kerja dengan ijazah yang terus ada digenggaman. Sedangkan kasus di Jepang. Kalau selama kegiatan mencari info kerja itu belum juga dapatkan kerja, dia harus memperpanjang masa kuliahnya walaupan gak ada yang dikerjakan. Paling-paling hanya untuk setor muka seminggu sekalai pada dosen pembimbing. Dan tentunya masih juga bayar penuh uang kuliah, Kemudian aku tanya lagi ke mereka, kenapa gak wisuda aja, toh bayar uang kuliahnya mahal. Baru kemudian mencari kerja. Hampir semuanya menggeleng-geleng kepala sambil berujar, “Itu tidak mungkin”. Ternyata, status masih mahasiswa di suatu universitas tertentu itu menjadi jaminan yang mutlak. Dengan begitu nilai kepercayaannya masih tinggi. Begitu dilemmatis. Dan jika suatu perusahaan memiliki semakin banyak jumlah pegawai sealumni dengan calon pekerja, semakin besar peluang bagi si calon. Belum lagi mereka membayangkan mahasiswa Jepang ini setelah masuk kerja, masih juga harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, sehingga ada istilah五月病 gogatsu byou sakit mental di bulan Mei. Dan yang perempuan jika ingin berumah tangga harus siap meninggakan karirnya setelah temukan jodoh padahal cari kerjanya setengah mati. Cara seperti ini pun ada di Indonesia, sebelum lulus kuliah, sudah pasti pekerjaannya. Tetapi yang aku tahu hanya pada PT tertentu bekerjasama dengan perusahaan tertentu. Status masih mahasiswa dan status sudah lulus kuliah ini yang menjadi pembeda pengangguran elit antara Jepang dan Indonesia. Cerita terkait:
Urutan kacang, penyebab orang Jepang ogah belajar di LN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Lyfe Selengkapnya