Mohon tunggu...
Paras Tuti
Paras Tuti Mohon Tunggu... Guru - Cakrawala Dunia Indonesia-Jepang

Kosong itu penuh. Dan, penuh itu kosong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nuansa Bahasanya Menunjukan Cara Pikirnya

13 Januari 2014   17:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Orang pinter jaman dulu ngomong, "Bahasa menunjukkan bangsa", dan ternyata memang benar ya. Aku tersadar banget ketika awal-awal mengendarai mobil pribadi, setelah suami mendapatkan SIM Jepang. Kalau mengingat betapa susahnya mendapatkan SIM ini, jadi paham setelah terjun di jalanan.

Dapatknya SIM ini cukup menguras keringat dan air mata, luar biasa butuhkan kesabaran tingkat tinggi. Beberapa teman kompasianer juga pernah membahasnya. Kalau mengingat kondisi dan etika berlalu-lintas di tanah air, hati ini hanya bisa berharap, dikemudian hari Indonesia-ku memiliki etika lalu-lintas seperti ini.

Apa kaitan nuansa Bahasa Jepang dan etika berlalu-lintas? Sebetulnya ada beberapa point, pada kesempatan kali ini aku berikan contoh pada pemakaian lampu dim. Ada perbedaan yang menyolok antara Indonesia dan Jepang. Jika orang menyalakan lampu dim, yang lazim di Indonesia adalah, tanda orang tersebut menginginkan lawan untuk memberikan prioritas jalan.

Bagaimana halnya etika lalu-lintas di Jepang? Ya! Berbalik. Orang yang menyalakan lampu dim, tanda memberikan jalan bagi lawannya. Mereka tidak meminta, tapi memberi. Mungkin konsep cara pikir ini juga tercermin dalam nuansa berbahasanya.

Dalam Bahasa Jepang, aku jumpai beberapa ungkapan yang tidak memaksa lawan, tetapi cenderung menarik respon lawan bicara untuk ikhlas melakukan sesuatu. Aku akan berikan beberapa ilustrasi.

Hari ini aktivitasku kumulai pagi berbarengan jam sekolah. Sebagian besar mereka sekolah di daerah rayon tempat tinggal. Tetapi ada juga yang keluar rayon untuk bebagai alasan, terutama yang sudah jenjang SMA. Apartemenku dari stasiun Akaike ini hanya semenit jalan kaki. Stasiun ini persimpangan 2 jalur kereta. Yaitu, jalur subway milik pemda Nagoya dan jalur Meitetsu milik perusahaan swasta, yang beroperasi di daerah sekitar Nagoya. Jadi termasuk stasiun yang ramai.

Di sekitar stasiun banyak berseliweran orang-orang. Tepat di depanku dua orang gadis berseragam SMA berjalan sambil turun tangga menuju pintu masuk subway, dengan kecentilannya khas cewek kota besar, mereka mengobrol, menceritakan sesuatu yang menghebohkan. Demikian, salah satu mengawali obrolannya.

「ねえぇ、。。聞いて, “Nee… kite…” “Ehhh,.. mau dengerin aku cerita…”,

Dalam nuansa bahasa Indonesia, aku menterjemahannya seperti ini, “Eehh,...aku mau cerita nih..…” Perhatikan nuansa dalam bahasa ini. Si pembicara, karena ada sesuatu yang seru, ingin segera orang lain mendengarkannya. Nuansa dalam Bahasa Indonesia, ada suatu pemaksaan.

Ilustrasi yang lain, biasanya di konter-konter bank atau agen perjalanan wisata, selalu ada pamflet yang disediakan untuk para pelanggan mengambilnya sendiri. Dalam Bahasa Indonesia, jika kita ingin mengambilnya, ungkapan yang dipakai adalah,
“Boleh saya minta/ ambil pamflet ini?”

Dalam Bahasa Jepang, disampaikan dengan cara sebagai berikut,

~もらってもいいですか」,  "Moratte mo ii desu ka", “Boleh saya terima pamphlet ini?”

Perhatikan dari sudut mana muncul pemikiran sebuah aksi dari suatu kata kerja tersebut antara Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia.

Dalam Bahasa Indonesia, diri sendiri bisa menonjolkan diri sebelum dia memikirkan lawannya. Tetapi Bahasa Jepang lebih memikirkan perasaan lawannya. Dan memang hampir semua ungkapan dalam Bahasa Jepang demikian. Ini yang susah jika harus diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang singkat dan padat dan mudah dipahami sesuai alam pemikiran orang Indonesia.

Demikian juga jika ada suatu perilaku yang menuntut pada pertanggung jawab pada diri, cara mengungkapkannya seperti berikut.

財布を落とすSaifu wo otosu (Terjemahan kasar: menjatuhkan dompet).
Dalam penerjemahan bebas bahasa Indonesia, menjadi “Dompet saya terjatuh”,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun