Mohon tunggu...
Paras Tuti
Paras Tuti Mohon Tunggu... Guru - Cakrawala Dunia Indonesia-Jepang

Kosong itu penuh. Dan, penuh itu kosong

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Hindari Tatap Mata saat Berdialog dengan Orang Jepang

14 Januari 2015   15:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14212232581646723585

[caption id="attachment_390731" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi - etika membungkuk dalam budaya Jepang (www.digitalworldtokyo.com)"][/caption]

Pernah melihat film atau drama Jepang? Pastilah pernah melihat adegan sikap membungkukkan badan berulang kali. Membungkukkan badan ini beragam sekali maknanya. Salah satunya, dilakukan saat meminta maaf atau saat melakukan pemohonan. Sikap membungkuk badan diiringi kepala yang menunduk ini, durasi lamanya dan derajat kemiringan, tergantung dari keikhlasan lawan dialognya. Semakin lama, dan semakin dalam membungkukkan badannya, semakin besar kesalahannya. Bahkan ada yang berniat melakukan selama mungkin sampai lawan dialognya menyuruhnya angkat kepala.

Kenapa demikian? Salah satu alasannya adalah untuk menghindari tatap mata yang dianggap sangat tabu saat meminta lawan untuk melakukan sesuatu, baik dalam konteks memohon ataupun konteks meminta maaf. Sebelum kita membahas orang Jepang, coba kita lihat secara umum, apa itu bahasa isyarat yang termasuk di dalamnya adalah tatap mata.

Bahasa isyarat, dalam ilmu kebahasaan disebut paralinguistik atau disebut juga nonverbal komunikasi. Bahasa isyarat ini bisa menyiratkan kondisi emosional seseorang, suasana hati, dan juga bisa mengungkapkan sifat dan karakter orang, Faktor-faktor yang membantu akan pemahaman bahasa isyarat agar lawan interaksinya lebih mudah menangkap maknanya ini meliputi,

1. Perubahan raut muka, tatapan mata, gerakan tangan, sikap dan gerakan tubuh lainnya
2. Bentuk bagian tubuh, bentuk bagian wajah
3. Sikap saat bersalaman, mengelus, memukul, dan gerakan menyentuh lainnya
4. Ruang, dan jarak, yang bisa mengindikasikan zona komunikasi
5. Suara tertawa, menangis, mendehem
6. Cara berbusana dan berpenampilan
7. Pemilihan tipe rumah tinggal beserta dekorasi interior dan eksterior

Pakar Bahasa dan Budaya Ishii (1976) dalam bukunya yang berjudul “A Comparison of Communication of Japanese and American Adult”, menyinggung bahwa percakapan orang Jepang usia dewasa dalam satu hari rata-rata 3 jam 31 menit. Waktu tersebut hampir separuhnya dari orang Amerika dewasa, yakni 6 jam 43 menit. Pantaslah orang Jepang dikatakan pendiam dan tak pandai menyapa, atau bahkan julukan kutu buku banyak ditujukan pada orang Jepang. Apakah demikian? Bukan! Menurut pengamatan penulis, karena lebih ketidakpercayaannya pada dirinya jika tidak mendapat respons yang baik dari lawannya saat menyapa terlebih dahulu. Karena tidak pandai bertatap mata ini yang menjadikan salah satu alasan mereka tidak pandai menyapa terlebih dahulu pada orang yang belum dikenalnya.

Menyoal kembali pada hal tatap mata. Beberapa wilayah di Indonesia, ada jenis kesantunan yang berbeda dari wilayah yang lain. Saat dinasehati, entah itu karena kesalahan kecil atau besar, jika menunduk terus, si pemberi nasehat akan marah. Karena tatap mata itu diperlukan sebagai pemberi isyarat bahwa si pelaku kesalahan itu mengerti dan paham akan kesalahannya setelah diberi nasehat.

Ada juga orang yang menuntut lawan bicara ini untuk mengangkat muka, karena akan mengorek sebuah kebenaran melalui tatap mata lawannya. Pada orang yang lagi kasmaran, akan melakukan yang sebaliknya, si pembicara akan menuntut lawan bicaranya untuk menatap matanya supaya lawannya meyakini rasa cinta yang dirasakannya. Beda lagi pada sebagian anak muda karena kondisi emosionalnya masih labil, tatap mata ini ada kalanya mengandung arti menantang lawan bicara, atau juga menyangkal apa yang telah dituduhkan.

Di Jepang sebaliknya, boro-boro melakukan kesalahan, lha wong berdialog biasa aja ada yang tidak melakukan tatap mata itu. Apalagi jika orang yang bersangkutan melakukan kesalahan. Jika mereka melakukan kesalahan, yang biasa dilakukan adalah membungkuk sambil berucap 申し訳ございませんでしたmoushi wake gozaimasen deshita atau すみませんでした sumimasen deshita (jenis ucapannya sangat tergantung dari besar kecil kesalahan dan siapa yang dihadapi)。

Ada satu pepatah dalam Bahasa Jepang, 目は口ほどにものを言う Me wa kuchi hodo ni mono o iu, artinya: mata lebih bisa “berbicara” daripada mulut. Maksudnya, dalam berinteraksi untuk meyampaikan suatu pesan, mata berfungsi lebih dominan daripada mulut. Dan karena itu orang Jepang terkesan tidak begitu suka bertatap mata. Karenanya, jika lawan interaksinya terutama orang asing yang memiliki pemikiran lebih mementingkan pandangan mata sebagai alat berkomunikasi nonverbal, perlu mempertimbangkan fungsi alat tersebut bila hendak berkomunikasi dengan orang Jepang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun