Pilkada Kota Bekasi 2024 semakin mendekati hari penentuan. Dengan pemungutan suara yang akan berlangsung pada 27 November, masyarakat Kota Bekasi akan menentukan siapa pemimpin mereka untuk lima tahun ke depan. Persaingan sengit antara Tri Adhianto-Harris Bobihoe (paslon nomor 3) dan Heri Koswara-Sholihin (paslon nomor 2) terus menjadi sorotan utama dalam dinamika politik lokal ini.
Hasil survei terbaru menunjukkan peta elektabilitas yang dinamis dan potensi perubahan hingga saat terakhir. Bagaimana perjalanan kedua pasangan calon ini, dan apa prediksi hasil akhirnya? Mari kita simak bersama.
Perkembangan Elektabilitas
Tri Adhianto-Harris Bobihoe (Paslon Nomor 3)
Sebagai petahana, pasangan nomor 3 tetap berada di puncak elektabilitas dengan angka stabil di kisaran 49,7%-55,7%. Narasi keberlanjutan pembangunan yang mereka usung menjadi daya tarik utama bagi pemilih, terutama di kalangan yang telah merasakan dampak langsung dari program-program mereka.
Basis dukungan pasangan ini sebagian besar berasal dari segmen pemilih yang menginginkan stabilitas dan kelanjutan proyek strategis yang telah berjalan. Namun, tantangan tetap ada, terutama dari paslon nomor 2, yang terus menunjukkan peningkatan elektabilitas dalam beberapa bulan terakhir.
Heri Koswara-Sholihin (Paslon Nomor 2)
Pasangan nomor 2, Heri Koswara-Sholihin, mencatatkan peningkatan elektabilitas yang signifikan, mencapai angka 32,1%-37,1%. Strategi mereka yang menyasar pemilih religius dan kelompok yang menginginkan perubahan menjadi pendorong utama kenaikan dukungan.
Namun, momentum positif ini menghadapi tantangan besar akibat isu yang dikenal sebagai (Solihin_case). Publikasi negatif terkait isu tersebut dapat memengaruhi kepercayaan undecided voters, yang cenderung sensitif terhadap isu moralitas kandidat. Tanpa langkah penanganan yang tepat, isu ini berpotensi menghambat pertumbuhan dukungan pasangan nomor 2 menjelang hari pemungutan suara.
Uuk Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni (Paslon Nomor 1)
Paslon nomor 1, Uuk Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni, masih berada di posisi elektabilitas rendah, di bawah 10%. Meskipun demikian, mereka dapat menarik dukungan dari pemilih yang merasa kecewa dengan kedua pasangan utama. Namun, kontribusi mereka dalam memengaruhi hasil Pilkada secara keseluruhan diperkirakan tetap terbatas.