Saya adalah pecinta sepak bola, a Juventino to be exact (#ForzaJuve..hehe). Tapi jangan tanyakan betapa bangganya saya akan Timnas Indonesia yang perlahan namun pasti berjalan menuju pentas dunia.
Kebanggaan akan Timnas terasa menggelora kala Coach Alfred Riedl mulai menangani Timnas Senior. Permainan atraktif dan menarik, pola serangan yang menjadi TSM (terstruktur, masif, dan sistemik) mulai ditampilkan punggawa kita. Karena sebelumnya, menurut saya, permainan Timnas kita seperti posisi PPP dalam koalisi KMP, terombang ambing tanpa arah, gak kreatif dan cenderung kasar.
Dalam masa kerjanya, Coach Alfred membangkitkan semangat dan harapan pembaruan serta prestasi Timnas, mirip2 Pak Jokowi dalam hal pemerintahan lah, :p. Namun prestasi masih jauh dari genggaman, walupun sempat beberapa kali kita tampil di Final sebuah kompetisi.
Berangkat dari sinilah, kebanggaan masyarakat mulai tumbuh (lagi). Fenomena U19 merebak keseluruh penjuru negeri. Dengan penampilan yang menurut saya di atas rata2 pemain Indonesia pada umumnya, garuda muda menjadi idola baru di Tanah Air. Menyabet juara pada kejuaraan AFF, lolos ke Piala Asia dengan mengalahkan Juara Petahana (Korea Selatan) adalah bukti bahwa Indonesia mampu bersaing di level yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Kontan saja, Coach Indra Sjafri, kapten Evan Dimas, Putu Gede, Hansamu, Sitanggang, hingga Muchlis terkenal seantero negeri. Dan bukan saja karena prestasi, tapi mereka adalah contoh nyata Bhinneka Tunggal Ika dalam praktik nyata. Indonesia dalam aplikasi.
Sejalan dengan harapan, kegagalan merupakan keniscayaan. Digadang-gadang menjadi semifinalis Piala Asia dengan harapan melengganng ke pentas Piala Dunia U20, Garuda U19 bahkan harus kalah dalam 2 pertandingan awal babak kualifikasi grup. Gagal lolos fase grup.
Dalam hal ini saya menanggapi sederhana, hasil ini merupakan kewajaran. Bukan, bukan karena U19 tidak mampu, bukan karena pertandingan Tour Indonesia, atau karena keikutsertaan mereka pada Bolkiah Cup. Hasil ini merupakan hal yang wajar, malah jika U19 lolos dan ikut serta dalam Piala Dunia U20 adalah suatu hal yang ‘tidak normal’ atau kita biasa menyebutnya ‘luar biasa’.
Kenapa? Karena U19 adalah langkah awal dari sebuah rangkaian proses pembelajaran dunia sepak bola kita. Langkah awal gagal? Sangat biasa bukan? Lumrah. Dari sinilah kita berangkat untuk menjadi lebih baik. Dari sinilah kita mulai mengembangkan sistem sepak bola hulu-hilir yang lebih baik. Pembinaan usia muda, kompetisi yang TSM, standarisasi sarana dan prasarana, peningkatan mutu klub, hingga pemberantasan korupsi di tubuh PSSI. Semua itu bisa beranjak dari U19 ini, mereka membuka mata kita akan potensi negeri. Semoga kedepannya sepak bola kita menjadi lebih baik.
Terima kasih Timnas U19.
-TYP-
Kawasan Sudirman, 06-10-14
Kutipan tidak langsung:
“Orang Indonesia itu gampang, yang penting Timnas menang, mereka akan lupa pada tingginya harga2 dan merasa bahagia” – Emha Ainun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H