Mohon tunggu...
Taufik Yoga Pratama
Taufik Yoga Pratama Mohon Tunggu... Relawan - Sharing and Connecting

Here I am, walking naked through the world - Mr. Big

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pilih Permen Atau Disumbangkan?

3 Desember 2014   20:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:08 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat siang, Kompasianers.

Kali ini saya tergelitik untuk mengulas tingkah laku unik nan menarik dari perusahaan retail di Indonesia (dan mungkin juga toko/warung di sekitar kita).

Tersebutlah Indomart dan Alfamaret, dua retailer ini bisa dibilang merajai dunia pe-retail-an tanah air. Dari pusat kota metropolitan, seperti Jakarta, hingga pelosok kampung di kota kecil, seperti Banjarnegara (tempat saya berasal..hee), telah banyak tumbuh dan bermekaran cabang-cabang kedua brand tersebut. Secara tampilan, sebuah wilayah jika sudah ada Indomart/Alfamaretnya bisa dibilang “ngotani”, ndak “ndeso”. Tapi, jika dilihat dari sisi ekonomi kerakyatan, masih harus dikaji ulang apakah mereka ini sejatinya bisa menjadi tolak ukur kemakmuran masyarakat sekitarnya atau tidak. Apalagi jika dikaitkan dengan daya saing toko-toko kecil di wilayah tersebut, adakah kedua retailer tsb mempengaruhi populasi dan sistem ekonomi kerakyatan di daerah itu? Layak dikaji lebih lanjut.

Namun, dari ngelantur saya di atas, apa yang ingin saya bahas adalah tingkah laku (kebijakan) mereka yag lucu dan unyu-unyu...

Pernah booming teriakan masyarakat karena kembalian permen. Iya, baik Indomart dan Alfamaret sempat dengan sengaja memberikan kelebihan uang sisa belanja dengan permen, iya permen. Awalnya dianggap biasa saja, namun semakin lama semakin meresahkan, karena ternyata terjadi di hampir semua cabang mereka (ini namanya sudah TSM). Memang secara nilai, permen dan uang kembaliannya sama, tapi secara nila transaksi, permen tsb tidak bisa dijadikan alat tukar kan kalo mau beli barang lagi. Nah beranjak dari banyaknya protes masyarakat, berangsur kebijakan nyeleneh yang entah siapa yang memulainya (oknum atau memang peraturan perusahaan?) mulai hilang dari peredaran. 200 dikembalikan 200, bukan dengan permen.

Nah, setelah kejadian permen ini. Sekarang yang terjadi adalah kapitalisme sumbangan (istilah saya saja ini sih). “Rp 100,- nya boleh disumbangkan saja, Pak?” tanya mbak kasir. Sontak hati nurani saya tanpa bertanya, meng-iya-kan. Pertama kali. Kali berikutnya, terjadi seperti itu dan berulang ulang. Hati nurani saya masih tetap meng-iya-kan tapi kali ini otak saya mulai ikut campur. Pertanyaan pun muncul, benarkah rupiah saya yang tidak seberapa itu disumbangkan? Ke mana? Apa pertanggung jawaban kepada kami yg dimintai sumbangan? Adakah info mengenai penyaluran sumbangan ini? Atau ini hanya modus pengganti “permen” saja?

Yang jadi concern saya adalah jika ini dilakukan secara TSM di semua cabang di Indonesia, sudah berapa nominal yang didapat? Saya rasa pasti besar. Masih ingat kan koin untuk Prita? Milyaran jumlahnya. Atau contoh lainnya sumbangan dana kampanye Pak Jokowi, itu puluhan Milyar lho jumlahnya (memang bukan koin juga sih yang di-‘minta’)..tapi adakah pertangung jawaban nyata? Atau memang sudah di Ikhlaskan saja, yg penting kita merasa beramal? Dan berharap masuk surga?

Kawasan Sudirman, 03 Desember 2014

-TYP-

@yoga_paranoia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun