[caption id="" align="alignleft" width="368" caption="sumber http://www.travel-earth.com/"][/caption] Pasca letusan tertanggal 5 november kemaren entah kenapa saya benar-benar merasa Jogja lumpuh. Geliat kehidupan perlahan tapi pasti memudar. Memang ledakan pada saat itu cukup besar dan berhasil membuat kota Jogja berbalut pasir dan debu. Namun tepatkah langkah berikutnya yang telah diambil? Dinas pendidikan menginstruksikan agar sekolah-sekolah diliburkan selama dua hari untuk menghindari dampak abu terhadap kesehatan siswa-siswinya. Saya pikir kebijakan itu memang benar. Begitu pula dengan UII yang notabene kampus terpadunya tidak dapat digunakan karena masuk zona berbahaya. Yang saya herankan adalah mengapa kebijakan ini juga ditiru oleh perguruan tinggi laennya yang bahkan mungkin tidak terkena dampaknya sama sekali? UGM, UPN, dan UNY misalnya yang wilayahnya masuk di daerah ring3 (sekitar 30km dari puncak) tidak terkena dampak apa-apa dari letusan merapi kecuali debu dan pasir. Meskipun ketiga universitas tersebut digunakan sebagai tempat pengungsian namun tempatnya terpisah dari kelas kuliah sehingga praktis kalaupun kegiatan kuliah dilaksanakan tidak akan mengganggu satu sama lain. Jika memang permasalahannya ada pada relawan bukankah sudah ada program KKN dan juga pada prakteknya kini justru relawan berkurang karena sebagian mahasiswa memilih mengungsi ke daerah asalnya. Menurut saya kebijakan untuk meliburkan mahasiswa selama seminggu terlalu berlebihan. Pasca letusan tanggal 5 november sekolah dan kuliah diliburkan. Bandara ditutup. Zona rawan diperluas. Pemberitaan yang berlebihan. Maka sekali lagi jika anda tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya, maka anda akan menarik satu kesimpulan pasti: JOGJA TIDAK AMAN. Kegiatan yang terhenti ini tentunya juga berdampak pada kepercayaan masyarakat luar untuk berkunjung ke Jogjakarta. Jika mahasiswanya saja diliburkan dan pada pulang, berarti Jogja sedang tidak dalam waktu untuk dikunjungi. Akibatnya Jogja lumpuh sementara. Jalanan sepi dari aktivitas, turis pun tidak datang. Sedangkan di sisi lain harga kebutuhan pokok melonjak karena gagal panen di sebagian tempat dan kebutuhan makan para penyintas yang cukup banyak (permintaan banyak stok menurun). Secara umum dapat dikatakan bahwa saat ini pengeluaran jauh lebih besar dibanding pemasukan yang ada. Padahal zona bahaya hanya berjarak 20km dari puncak merapi, di luyar kawasan itu bahaya yang mengancam hanyalah debu dan pasir (yang saat ini sudah lumayan berkurang). Masih banyak objek wisata di Jogjakarta yang dapat dikunjungi misalnya Parangtritis, kraton, Depok, Kukup, Baron, Tamansari, Taman Pintar, malioboro,dsb. Kita juga tetap bisa melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. maka saya katakan bahwa jika anda memang peduli maka kembalilah. JOGJA TETAP NYAMAN. Merapi tidak melumpuhkan seluruh wilayah Jogjakarta. Anda tidak perlu ikut menjadi relawan untuk peduli, tetapi anda cukup berada disini. Jika aktivitas perkuliahan mulai kembali normal, maka Jogja akan kembali mendapatkan kembali kepercayaannya di mata masyarakat. Kehidupan perekonomian Jogja akan kembali pulih dan anda akan menolong seluruh masyarakat Jogja (bukan hanya survivor).
Pulang ke kotamu Ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgi Saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama Suasana Jogja Di persimpangan langkahku terhenti Ramai kaki lima Menjajakan sajian khas berselera Orang duduk bersila Musisi jalanan mulai beraksi Seiring laraku kehilanganmu Merintih sendiri Ditelan deru kotamu Walau kini kau t'lah tiada tak kembali Namun kotamu hadirkan senyummu abadi Ijinkanlah aku untuk s'lalu pulang lagi Bila hati mulai sepi tanpa terobati(Kla Project - Yogyakarta)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H