Beberapa bulan terakhir, dunia telah digemparkan mengenai penyebaran massif Corona Virus Disesas -- 19 (COVID-19), tidak terkecuali di Indonesia. Kehidupan yang tidak biasa akan dijalankan umat manusia, tanpa sedikitpun menerima titik terang kepastian berakhirnya. Rasa percaya diri yang begitu tinggi bahwa virus tersebut tidak akan mampu masuk ke Indonesia, seakan menjadi lagu penenang di masyarakat.Â
Lagu penenang tersebut disampaikan melalui ungkapan guyonan, yang seakan virus ini pantas di remehkan. Remehan tersebut akhirnya mampu menampar keangkuhan, yang menganggap sesuatu yang tak kasat mata ini (COVID-19) bisa hilang hanya lewat doa dan iklimnya.
Kedatangan virus yang telah berdiri di ambang pintu peradaban, membuat rencana-rencana menarik investasi, mengeksploitasi alam, dan membangun infrastrusktur seakan tertunda sementara waktu.Â
Saatnya fokus untuk menghadapi virus yang dulunya menjadi guyonan. Hingga tulisan ini di ketik, kurva angka positif dan angka kematian terus bertambah, namun sedikit nafas lega bahwa angka pasien yang sembuh pun juga demikian meningkat.Â
Generasi ini telah ditunjukkan betapa mengkahwatirkannya pandemi ini. Pemerintah terus berupaya untuk menganjurkan masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan. Pemerintah juga mengambil langkah tegas untuk mengambil sebuah kebijakan demi memotong mata rantai pandemi ini.
Tidak sedikit orang yang menginginkan, agar pemerintah mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan karantina kesehatan, sesuai yang tertera pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.Â
Namun dengan berbagai pertimbangan akhirnya pada 31 Maret 2020, pemerintah mengeluarkan PP No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID -- 19). Namun apakah kebijakan tersebut efektif?
Tidak sedikit orang yang menyarankan bahwasanya keberhasilan kebijakan tersebut tergantung pada aktivitas masyarakat. Apabila banyak aktivitas masyarakat yang masih aktif diluar tanpa memperhatikan protokol kesehatan seperti : social distancing, tidak memakai masker, tidak menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dan lainnya. Maka tidak menutup kemungkinan kebijakan tersebut akan gagal total. Namun, apakah benar masyarakat tidak disiplin terhadap protokol yang diberikan?
Virus corona menjadi momok yang sangat menyeramkan di saat pemerintah mengumumkan untuk selalu dirumah. Tidak jarang masyarakat merasa cemas dengan keadaan tersebut. Gejala seperti bersin, batuk dan sakit kepala, dahulu tidak terlalu di khawatirkan, dan dianggap seperti flu biasa yang obatnya tersedia di warung.Â
Pandemi ini dampaknya jauh dari perkiraan, bahkan pejuang kesehatan dan ilmuwan sedang berjibaku memerangi virus ini. Berbagai permasalahan seperti minimnya APD pejuang kesehatan, melonjaknya harga pelindung pertama pada diri, seperti masker dan hand sanitizer menjadi cerita awal pandemi ini masuk ke negeri ini.Â