Glodok, ya nama yang tidak asing lagi bagi kita penduduk Jakarta. Namun banyak dari kita yang hanya mengetahui glodok sebagai tempat yang menjual barang elektronik saja, sebenarnya masih banyak kisah dibalik glodok. Banyak sejarah yang tersimpan di balik kata “Glodok” ini.
Sebelumnya buat kalian yang belum tahu apa itu glodok, glodok berasal dari bahasa Sunda yaitu Golodog, yang artinya pintu masuk rumah, ya yang berarti pintu masuk ke rumah Sunda Kelapa (Jakarta) pada masa sebelum dikuasai Belanda. Namun, mengapa menjadi Glodok ddengan akhiran huruf K? karena kebanyakan orang yang tinggal di Jakarta adalah orang non-Sunda maka penyebutan mereka sering ditemukan berubah dari G menjadi K. namun apalah arti pelafalan ya? Lebih baik kita lebih mengenal sejarah tempat yang ada di kota tercinta kita ini,Jakarta daripada mempermasalahkan soal pelafalan. Betul kan?
Ya seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, mungkin sebagian kita hanya mengetahui glodok sebagai tempat berjualan saja, namun sebenarnya terdapat banyak kisah,masa,peristiwa dan tempat yang sebenarnya sangat bersejarah. Di glodok terdapat tempat-tempat yang bersejarah, seperti: Gereja Santa Maria de Fatima,Klenteng Kim Tek Le,Klenteng Toa Se Bio. Bukan Cuma tempat ibadah yang bersejarah di glodok ini, bahkan ada sampai toko obat seperti Thaij Seng Hoo, Thaij Hoo Tong,Lay An Tong. Sampai ke toko kue dan waroeng “Kopi Es” Tak Kie. Menarik bukan sebenarnya tempat ini ? tempat-tempat sejarah yang kita tak menduganya terdapat di tempat umum dengan cap sebagai tempat penjualan alat elektronik.
Seperti contohnya Klenteng Kim Tek Le, atau yang orang sebut sebagai Klenteng Multi Agama. Sejarah Klenteng ini adalah awalnya klenteng ini didirikan oleh seorang letnan Tionghoa bernama Guo Xun Guan (Kwee Hoen) untuk menghormati Guan Yin atau Dewi Kwan Im, namun sayangnya hampir seabad kemudian klenteng ini dirusak serta dibakar dalam peristiwa Tragedi pembantaian Angke pada tahun 1740. Setahun kemudia klenteng ini dibangun kembalindan dinamai dengan Jin De Yuan atau Kim Tek Le sama seperti namanya sampai sekarang, yang berarti “Klenteng Kebajikan Emas”
Namun masalah yang dihadapi Klenteng ini tidak sampai disana saja, pada Maret tahun 2015 kebakaran melalap klenteng ini, penyebab kebakaran diduga disebabkan oleh api lilin, pada kebakaran ini rupang-rupang ikut musnah terbakar kecuali rupang Dewi Kwan Im dan dua rupang lainnya yang berhasil diselamatkan.
Setelah mengalami kebakaran itu, setahun kemudia klenteng ini yang merupakan klenteng tertua di Jakarta dibagun kembali. Klenteng ini juga disebut sebagai Vihara Dharma Bhakti. Pembangunan kembali klenteng ini dikatakan sepenuhnya didanai oleh para umat, namun disamping itu Ketua Umum Yayasan Dharma Bhakti bertemu dengan Gubernur Jakarta non aktif (Basuki Tjahaja Purnama) pada masa itu dan mendapat kesepakatan bahwa klenteng ini terbebas dari aturan tata kota perihal pelebaran jalan, dan hal tersebut di benarkan oleh Ahok yang mengatakan bahwa klenteng ini sudah menjadi cagar budaya sejak tahun 1972.
Vihara Dharma Bhakti ini bisa dibilang sangat mandiri, ia mengurus semuanya sendiri tidak ada permintaan bantuan dari pihak yayasan kepada pemerintah. Dan klenteng ini dibangun kembali seperti desain semula hanya saja di sisibelakangnya dibuat bertingkat karena umatnya yang sudah semakin banyak.
Klenteng Kim Tek Le ini terdapat di Glodok dan menjadi tempat ibadah bagi masyarakat etnis Tionghoa lintas agama, baik untuk umat beragama Buddha,Kong Hu Cu dan Tao. Karena adanya tekanan politik pada masa Orde Baru mengenai hal yang “berbau” Tiong Hoa maka klenteng ini disebut menjadi Vihara Dharma Bhakti.
Itu adalah 1 contoh dari beragam tempat yang mempunyai nilai bersejarah di daerah glodok. Kalian boleh kok datang ke glodok bukan hanya untuk membeli barang tapi mencari nilai-nilai sejarah yang terdapat di lokasi itu. karena sama seperti perkataan Bung Karno bahwa “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri” ya walaupun glodok bukan menjadi sejarah bangsa Indonesia. Tapi kita sebagai rakyat yang tinggal di Indonesia, khususnya Jakarta. Tidak ada salahnya mengetahui tempat-tempat yang bernilai sejarah bagi kota kita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H