Mohon tunggu...
Claresta V
Claresta V Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamu Gak Tau Alasanku!

24 Agustus 2017   18:11 Diperbarui: 24 Agustus 2017   18:23 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

-  Adik -

Ciciku jahat, selalu mengajarku dan selalu terbawa emosinya ketika aku salah. Ia selalu menuntut agar aku bisa mengerjakan segala sesuatu dengan perfect. Aku tak mengerti apa yang salah, aku hanya melakukan kesalahan yang kecil, ya paling kalau kesalahan itu terulang lagi ketika aku ujian paling hanya mempengaruhi nilaiku 25% nya. Mendapat nilai 60 di setiap ulangan tidak masalahkan? Apa salahnya, toh aku juga masih kelas 6 SD  sekarang, aku masih kecil, kesalahan adalah hal yang lumrah terjadi. Tapi dia sangat keras sekali mengajarkan aku, dia tidak pernah mengerti posisiku. Aku masih ingin membuang banyak waktu dalam bermain, belajar kan bisa kapan saja. Aku benci dia!

-  Cici -

Sangat susah mengajarkan suatu hal kepada adikku, ia selalu memberontak dari apa yang seharusnya benar, ia mengerjakan segala sesuatu menurut jalan dan caranya sendiri tapi nyatanya itu salah. Aku tak mengerti bagaimana atau dengan cara apa harus mengajarnya, mungkin memang caraku keras mengajarnya, mungkin sekarang dia membenciku. Aku mengakuinya, aku orang yang perfeksionis dan keras, namun hanya saja dia tidak mengetahui apa alasanku keras padanya. Pada masaku kecil, aku adalah anak yang bodoh, ulangan selalu mendapat nilai jelek, mendapat nilai pas-pasan saja aku sudah senang dan bersyukur, namun setelah besar, setelah banyak perjuangan dan pengorbananku, akhirnya aku bisa menjadi anak yang cerdas bahkan murid unggulan di kelas. Aku membandingkan kehidupanku dulu ketika bodoh dengan sekarang yang di cap pintar, kehidupan anak bodoh tidak enak. Dimana anak pintar mendapat pujian dan banyak teman yang dekat dengannya, namun tidak untuk anak bodoh, boro-boro mendapat pujian, pendapat dan ucapanku saja tak ada yang menghargai dan mendengarkannya karena aku bodoh pada kala itu. Maka itu aku tidak mau adikku merasakan hal yang sama ketika dulu aku bodoh. Aku ingin dia lebih baik dariku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun