Mohon tunggu...
Papie Toet
Papie Toet Mohon Tunggu... -

Alumni ITM Medan, mendabakan kedamaian dan perdamaian, ingin mengkoleksi kebaikan untuk dibawa mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jakarta Urban Transportation

25 April 2013   21:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:36 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asslm wrwb, Salam sayang buat Jakarta nan cantik,

To the poin ya, saya sering sedih melihat perkembangan kecantikan Jakarta sampai saat ini, Jakarta nan cantik dipenuhi debu2 bermacam debu, ya debu maksiat, debu korupsi, debu kebohongan, dan debu2 lain yang.memburamkan kecantikan Jakarta ini, Jakarta Ibukota Negara Tercinta Indonesia yang dipandang mata jagad raya, sebenarnya sedang tersipu malu oleh bedak2 dan gincu yang belepotan, warna yang indah namun didak pada tempatnya, cosmetik mahal namun asal pake saja, pakaian gemerlap namun penuh dusta, malu aku malu dengan sanjunganmu, yang kadang terasa sebagai ledekan nyata. Angkutan umam yang asal jalan walaupun terseok2, kondisi lalulintas yang terus berbenah namun tiada nyata, motor bertaburan tanpa ada kendali, harga nyawa dan keselamatan apalagi kenyamanan tidak lebih mahal dari bbm, uang siang malam bernyanyi sumbang tampa arti.

Lalu saya berfikir, dimana Bapak Ibu kita yang menjaga kami ini, dibiarkannya kami menyusu kucing atau bahkan kuda nil barangkali, dibiarkannya kami bermain comberan bersama anak2babi hutan, dibiarkannya kami tertidur dikandang ayam potong yang makanannya berbaur dengan rambut2 kami, bau badan ini, aura wajah ini, bentuk keindahan kami yang memudar ini tiada terlihat lagi oleh Bapak Ibu kami, tersilaukan oleh Fatamorganan duniawinya saja.

Oh Bapak Ibu kami, jamahlah kami, mandikanlah kami, tempatkanlah kami ditempat yang layak sepertimu, bangkitkanlah kami dari kepulasan yang menyakitkan, sertakanlah kami dalam pergaulan yang nyata ini, dan jadikanlah kami anak anakmu yang engkau sayangi.

Bapak Ibu kami, kami sungguh menyintaimu walau terkadang membuatmu susah, sedih barangkali, gelisah dalam tidurmu entah karena kami atau yang lain, sibuk setiap detik dihari hari mungkin juga karena kami, berpakaian rapi menampilkan wibawa nan tak pasti juga karena kami ini?.

Sudah lah Bapak Ibu kami, kembalilah pada kami, jadilah Bapak Ibu kami, karena Engkau terlahir jaga untuk kami sebetulnya, utamakan kami jangan lagi tertipu dengan indahnya fatamorgana yang sebenarnya tidak ada itu, Indonesia ini ada kami walaupu ada juga Malaesia, Singapura, Amerika, Inggris, Eropa dan yang lainnya, biarkan kami bisa merasakan nikmatnya makan dengan kerupuk sambal seperti dulu itu, bukan.makan daging yang ternyata tidak halal bahkan masih mengandung darah2 najis itu.

Kami sungguh menyintaimu Bapak Ibu kami. Peluk cium kami. Wasslm wrwb

Wargamu dan anakmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun