Mohon tunggu...
Deiny Setiyawan
Deiny Setiyawan Mohon Tunggu... -

A student of Akademi Siswa Bangsa Internasional | An amateur writer who has lot of imagination | A day-dreamer photographer who looks for perfection | A gembel backpacker

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dilema Timpa Seorang Menuk

17 Mei 2015   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Semua agama mengajarkan kebaikan, keburukan hanya datang dari pihak-pihak tak bertanggung jawab yang mengatas-namakan agama,”

Kutipan kalimat di atas hanyalah segilintir dari pesan yang bisa diambil dari film Tanda Tanya. Film polesan Hanung Bramantyo ini sukses membawa berbagai macam pesan dari hiruk pikuk kehidupan agama yang beragam di Indonesia. Film berdurasi satu jam empat puluh menit ini berlatar kehidupan agama Islam, Katolik, dan Konghucu dalam satu ruang lingkup di Semarang, Jawa Tengah. Film ini juga membuat saya, sebagai penonton, merasa benar-benar masuk dalam suasana kala itu. Film ini sukses menarik hati saya untuk berlama-lama duduk dalam posisi yang sama saat menontonnya. Dengan kata lain, film ini berhasil menjebloskan penontonnya dalam alurnya.

Tokoh-tokoh dalam film tersebut juga sangat memukau. Mulai dari seorang Phin Hen yang cenderung keras kepala, Tan Kat Sun dan Lim Giok Lie sebagai orang tua Phin Hen, Menuk dan Soleh yang merupakan pasangan suami-istri muslim, Rika yang seorang Katolik, hingga Surya yang merupakan tokoh muslim yang dekat dengan Rika. Dari semua itu, saya lebih simpati dengan tokoh Menuk, yang mana merupakan tokoh muslim yang hampir setiap bagian dalam filmnya dirundung kegelisahan dan dilema. Menuk yang diperankan oleh Revalina S. Temat tersebut merupakan seorang istri sekaligus ibu yang bekerja di restoran Tan Kat Sun yang beragama Konghucu. Latar yang berkisah tentang kacau balaunya negeri perihal SARA sangat mendukung dalam cerita film ini. Menuk, seringkali bingung lantaran pekerjaan satu-satunya yang ia miliki merupakan pelayan Restoran Cina yang notabenenya bermenu haram. Meskipun demikian, Menuk tetap bekerja karena bosnya, Tan Kat Sun, adalah seorang yang selalu menghormati agama lain. Restorannya sendiri sebenarnya memperlakukan makanan haram dan halal secara terpisah dan berbeda, seperti perkakas yang dibedakan dan memasang jelas daging babinya agar orang-orang tidak terkecoh. Menuk sering menemui pelanggan yang walaupun sudah diberitahunya bahwa restoran tersebut aman tapi tetap saja khawatir dan akhirnya tidak jadi memesan.

Suami Menuk, Soleh, yang diperankan oleh Reza Rahadian, merupakan pria yang menganggur dan seringkali menganggap dirinya tidak layak untuk seorang Menuk. Berkali-kali ia mencari pekerjaan, tapi selalu pulang dengan amarah dan kegelisahan. Sebagai istri yang berbakti, Menuk sering mengingatkan suaminya untuk tetap tenang, walaupun dalam keadaan pailit sekalipun. Tapi, Menuk yang menghidupi keluarganya dengan pekerjaannya sebagai pelayan restoran, malah membuat Soleh merasa dirinya kalah dan gagal sebagai seorang suami. Namun pada akhirnya juga, Soleh mendapatkan pekerjaan yang disenanginya, Petugas NU—organisasi muslim.

Dipandang dari konteks hiburan, film ini amatlah berhasil. Saya sangat suka lantaran film ini benar-benar gamblang dalam menceritakan keadaan kehidupan beragama di masyarakat. Berlatar di Semarang pada tahun 2010, film ini berhasil membawa saya kembali ke kampung halaman saya yang juga di Jawa Tengah. Ceritanya juga tidak membosankan, penuh dengan konflik dan pertikaian, yang semuanya diselesaikan dengan takaran well-done, tepuk tangan meriah patut dilayangkan pada akhir film ini. Selain itu, film yang menyinggung SARA memang seringkali membosankan, tapi tidak untuk yang satu ini. Film ini dikemas secara apik dan rapi, dengan porsi babak serius dan humor yang seimbang. Untuk ukuran anak SMA seperti saya, film ini sangatlah bagus.

Dari konteks pengambilan nilai-nilai moral, film ini seolah menjadi gudang yang isinya tak pernah habis. Kita bisa mengambil banyak sekali nilai-nilai moral yang terkandung, di antaranya adalah selalu percaya apa yang kita percayai, kebaikan akan berbuah kebaikan pula, tidak semestinya keburukan dibalas dengan keburukan, tidak memaksakan kehendak orang lain yang telah mereka pilih atas dasar kemauan kita sendiri, dan hidup beragama yang berbeda bisa membawa kerukunan juga. Terlihat jelas, berbagai konflik tentang SARA bermunculan dalam film ini. Hanung Bramantyo sungguh berhasil dalam membangun konflik-konflik tersebut secara berkesinambungan. Penyelesaiannya juga tidak seperti kebanyakan film yang seolah datang begitu saja. Tokoh-tokoh dalam film ini seolah bergulat dengan konfliknya masing-masing, mencoba keluar dari masalah yang mereka hadapi. Sama seperti kehidupan riil, seseorang diberikan pilihan, keluar dari masalah tersebut atau tetap diam dan tenggelam dalam masalah tanpa akhir.

Dari segi estetika, saya sangat menyukai pengambilan angle tiap-tiap babaknya. Tak henti-hentinya saya memuja creator dari film ini. Sudut-sudut pengambilan gambar di tiap latarnya begitu artistik, hidup dalam monitor yang saya lihat. Saya bahkan betah berlama-lama duduk dan menonton film ini tanpa beranjak sedikitpun. Latarnya yang berada di kawasan Kota Tua Semarang, Jawa Tengah, membuat saya terpukau. Benar-benar film yang menginspirasi tentang keindahan.

Saya berharap makin banyak film seperti ini yang diproduksi. Bukan hanya film-film ber-genre berat dan membuat pusing untuk ukuran anak SMA seperti saya. Film seperti sangat menginspirasi saya untuk hidup dalam kebersamaan, bukan perbedaan. Pada akhirnya, segala rasa kagum dan pukau saya berikan untuk orang-orang dalam film ini. Tepuk tangan tiada henti untuk Hanung Bramantyo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun