Kurikulum 2013, merupakan landasan dasar dalam kegiatan belajar mengajar yang merupakan konsep dari mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh. Kurikulum tersebut telah melewati uji coba selama satu tahun oleh beberapa sekolah. Pada tahun ajaran 2014/2015 ini, baru terealisasikan penggunaan kurikulum tersebut di seluruh negeri. Hingga hari ini, buku-buku cetakan pemerintah juga sudah mulai disebar ke seluruh sekolah di Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah benar-benar aktif dan mendukung pergantian penggunaan kurikulum sebelumnya, yakni KTSP 2006, dengan kurikulum 2013.
Dari segi isi dan materi, kurikulum 2013 tidak jauh berbeda dengan kurikulum KTSP 2006. Semua materi dari KTSP 2006 dimunculkan kembali pada kurikulum 2013, dengan perubahan seperlunya tentunya. Akan tetapi, ada perbedaan mencolok antara kurikulum 2013 dengan KTSP 2006. Dalam praktiknya, kurikulum 2013 menggunakan skala 1 sampai 4 dalam pemberian nilai, sedangkan KTSP 2006 menggunakan skala 1 sampai 100. Lalu, kurikulum 2013 juga lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, siswa benar-benar dituntut menjadi aktif selama proses belajar mengajar.
Meskipun demikian, penggunaan kurikulum 2013 dinilai kurang efektif oleh Menteri Pendidikan yang baru, Anies Baswedan. Ketidaksiapan sebagian besar sekolah Indonesia dalam penggantian kurikulum menjadi landasan utamanya. Hingga kemudian, Anies Baswedan memutuskan bahwa sekolah harus kembali menggunakan kurikulum KTSP 2006, bukan kurikulum 2013, mulai semester depan (2015). Surat penggantian kurikulum juga sudah mulai disebar ke seluruh Indonesia. Pemberitahuan melalui media massa seperti televise, radio, koran, dan sebagainya, juga sudah mulai bertebaran.
Tentu saja, hal ini menuai banyak komentar dan pertanyaan dari semua kalangan. Beberapa siswa bahkan merasa dipermainkan oleh dinas pendidikan karena mereka seperti dalam keadaan terombang-ambing oleh kurikulum. “Saya merasa seperti kelinci percobaan karena harus gonta-ganti kurikulum,” ujar salah satu siswa SMA swasta di Bogor, Selasa (9/12). Beberapa guru juga merasa diberatkan dengan kegiatan gonta-ganti kurikulum seperti ini. Alasannya adalah para guru juga harus belajar bila kurikulum diganti, maka dari itu, mereka tidak ingin buang-buang waktu dengan ketidak-jelasan penggantian kurikulum.
Menurut penulis sendiri, yang juga merupakan siswa, langkah Menteri Pendidikan yang baru dalam kembalinya kurikulum 2013 menjadi kurikulum KTSP 2006 adalah hal yang tepat. Hal ini dikatakan demikian, karena dalam praktiknya, hanya beberapa sekolah yang siap menerima kurikulum 2013 dari segala sisi: guru, siswa, sarana pengajaran, bahan pembelajaran, dan lain-lain. Sekolah sisanya belum benar-benar siap dalam penggunaan kurikulum 2013. Juga, kurikulum 2013 yang menuntut siswa menjadi aktif, seaktif mahasiswa, juga tidak sesuai dengan kriteria siswa Indonesia. Tidak sedikit yang melakukan protes karena repotnya pelaksanaan kurikulum 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H