Aku pernah memiliki seseorang yang juga memiliki aku. Wajah kita begitu dekat, hingga bisa mendengar napas masing-masing. Tubuh kita begitu dekat, hingga bisa mendengar detak jantung masing-masing. Jemari kita begitu dekat, hingga hampir tidak ada kesempatan bagi sela-selanya untuk terasa kosong. Namun, semuanya berubah sekejap mata. Setelah pesan singkatnya menyapa pagiku. Aku yang saat itu belum mengumpulkan nyawa dengan sempurna, terhentak sejenak setelah membaca pesan itu.
"Maaf, aku minta kita udahan. Aku sudah dijodohkan dan seminggu lagi aku akan menikah. Aku akan mengirimkan undangannya nanti. Aku harap kamu datang. Sekali lagi, aku minta maaf dan aku harap kamu melupakanku."
Darahku terhenti. Detak jantungku? Entahlah masih berdetak atau tidak. Tubuhku membeku. Mataku mencair.
Dan ibu yang entah datang sejak kapan. Tiba-tiba saja memeluk menenangkan ku.
Aku berusaha bijak pada kehidupan. Menerima dan mengambil hikmahnya. Mungkin saja, ini cara Tuhan untuk berkata,
"Aku telah memilih kan seorang yang lebih baik untukmu. Jadi berusahalah ikhlas. Meski sedikit sulit."
Kemudian, aku putuskan untuk merekam semuanya lewat tulisan. Agar kelak, jika aku merindukanmu. Aku bisa membaca tulisan ini kembali dan tidak jadi merindukanmu.
Untuk kamu, sia sia pun kamu, yang memaksa tulisan ini terabadikan. Kamu pernah memintaku berpindah hati segera. Seolah mengatakan bahwa, cintaku hanya biasa saja. Kamu pernah memintaku menghadiri acara dan menyaksikan seseorang memakaikan cincin di jari manismu. Kemudian mengecup sayang keningmu. Apa yang kamu pikirkan tentang hal itu? Setidak berhati itukah kamu? Atau aku yang tidak tahu diri dari dulu?
Aku mencintaimu dengan nyata.
Kamu mencintaiku dengan seadanya.