Akhir-akhir ini media kita sedang sibuk mengulas statement PM Malaysia yang dinilai merendahkan martabat bangsa Indonesia. Ditengah hiruk-pikuk memanasnya hubungan antara Indonesia-malaysia dilaporkan bahwa neraca perdagangan antar kedua negara masih normal-normal saja. Dikota Pekanbaru yang setiap hari ada lalulintas langsung kenegara jiran tersebut, baik melalui jalur laut maupun udara, masih melimpah barang-barang makanan kemasan yang datang dari Malaysia. Produk tadi banyak dijumpai di pasar-pasarswalayan, maupun di pasar Bawah, yaitu salah satu pasar tradisional yang terkenal banyak menjual makanan produk dari luarnegeri.
Produk-produk makanan impor ini selalu diburu oleh tamu-tamu dari luar kota yang menganggapnya sebagai oleh-oleh khas dari kota Pekanbaru. Awalnya keluarga kami tidak pernah mengkonsumsi makanan produk luar tadi, tetapi setelah mencoba ternyata menjadi ketagihan, karena rasanya ternyata lebih pas dibandingkan dengan merk yang sama tetapi produksi dari dalam negeri. Ditambah lagi karena rasa penasaran kenapa tamu-tamu kantor yang datang dari Jakarta selalu membelinya sebagai oleh-oleh.
Misalnya produk minuman energy merk Ovaltine. Untuk takaran yang sama, Ovaltine buatan Jawa terasa lebih encer dan terlalu manis rasanya dibandingkan dengan Ovaltine impor. Sehingga kami sekeluarga lebih menyukai yang impor, apalagi harganya relatif sama. Cuma sayangnya dalam 3-4 bulan terakhir produk ini tidak ada lagi dipasar. Produk impor yang masih banyak beredarmerk Milo, dengan kwalitas rasa dan kekentalan yang relatif lebih baik dari Milo lokal.
Beberapa waktu yang lalu banyak beredar Coca Cola impor buatan Singapura, yang sekarang sudah susah dicari. Coca-cola inipun rasanya juga lain dibanding Coca-cola produksi Cibitung, Bekasi. Coca cola impor terasa lebih “keras” dibanding produksi lokal yang terkesan lebih “hambar” gitu.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk merendahkan produksi dalam negeri, akan tetapi pengalaman keluarga tadi menyisakan pertanyaan: “kenapa merk yang sama bisa memiliki kwalitas rasa yang jauh berbeda?”.
Mudah-mudahan ini bukan karena produsennya atau pemilik merk-nya memandang rendah bangsa kita sehingga untuk makanan yang diproduksi dan akan dipasarkan di Indonesia sengaja dikurangi kwalitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H