Mencuci piring adalah pekerjaan sepele tapi sangat menjengkelkan. Apalagi setelah acara makan malam keluarga yang biasanya menyisakan setumpuk piring kotor. Selain karena berbasah-basah dengan air, sabun, dan belepotan sisa makanan, juga ada rasa terhina karena anggota keluarga yang lain sudah bisa bersantai dan tertawa-tawa.
Siksaan tugas mencuci piring ini baru berakhir setelah aku meninggalkan rumah, karena harus kuliah dikota lain.
Setelah puluhan tahun lupa akan sakithati karena tugas mencuci piring, tepatnya tahun 1997, dikota Pekanbaru aku menemukan satu buku yang berjudul “Cucilah Piringmu Sesudah Makan”. Bukunya tipis, hanya berisi belasan halaman dan ukurannya kecil, hanya seperempat kwarto. Ternyata buku tersebut bernuansa ajaran agama Budda yang sangat tinggi nilai pesan moralnya.
Intisari isi buku tersebut kurang lebih sebagai berikut: Pekerjaan apapun, sesederhana apapun, kalau dikerjakan dengan ikhlas penuh cinta kasih, akan memberikan berkah dan kebahagiaan bagi kita. Dicontohkan dengan mencuci piring; diandaikan kita menganggap piring tersebut adalah bayi Budda, bukankah pekerjaan itu merupakan kehormatan dan berkah bagi kita yang diijinkan untuk memandikannya. Dengan demikian, bukankah kita akan melaksanakan tugas itu dengan sangat berhati-hati, serius, penuh tanggung jawab.
Bagi umat non Buddist, sosok Budda dalam personifikasi kasus diatas dapat digantikan dengan sosok lain, yang pernah kita cintai dan sekarang sudah jauh, atau bahkan sudah tiada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H