Lumayan lama tak menulis ihwal profesi guru ternyata kok ya tak kuat menahannya. Tahun-tahun sebelum 2007, hanya terfokus pada dua persoalan guru, yang berstatus guru swasta dan guru PNS, yang dikelola oleh Depdiknas atau Depag waktu itu. Sehingga tema-tema anti diskriminasi guru sangat disukai. Salah satu kenangannya tergambar di sini. Segalanya ikut berubah, terutama dengan lontaran program sertifikasi guru. Tapi seakan tak habis-habisnya masalah diskriminasi guru ini terangkat di setiap saat. Mulai dari kuota yang lebih berat ke guru PNS dan berujung pada pencairan tunjangan profesi pendidik pun tetap didiskriminasi. Kapan ya perlakuan diskriminasi yang seperti ini menjadi masa lalu? Betul ! Tidak semua hal didiskriminasi sih, sebab giliran ihwal menunaikan kewajibannya, pasti diperlakukan adil seadil-adilnya oleh pemerintah terhadap guru. Misalnya, penilaian kinerja bagi guru bersertifikat pendidik. Paling tidak ini terjadi di Ponorogo, dimana beberapa minggu yang lalau terlihat para Pengawas Pendidikan sedemikian giat melakukan monitoring dalam rangka mempersiapkan perhelatan nasional itu. Tak dibedakan swasta atau PNS, setiap guru bersertifikat pendidik dinilai berdasarkan 40 butir indikator yang terpampang dalam instrumen monitoring guru sertifikasi. Para Pengawas akan menanyainya satu per satu, walaupun toh mereka sebatas hanya memeriksa dan menilai sejumlah dokumen portofolio. Meliputi, dokumen administrasi, dokumen pembelajaran, dokumen penilaian, dokumen pengembangan diri, dan dokumen keaktifan diri. Hasil penilaian instrumen monitoring guru sertifikasi tersebut akan memberikan mutu kepada guru. Berturut-turut dari nilai tertinggi hingga terendah, guru akan ditetapkan sebagai guru profesional, guru layak, guru pembinaan, dan guru dipertimbangkan sertifikat pendidiknya. Kegiatan yang dilakukan oleh dinas pendidikan tersebut lebih didorong oleh kenyataan bahwa terlalu tidak sedikit jumlahnya guru profesional bersertifikat pendidik, tetapi kualitas pendidikan tak juga meningkat. Ya, atawa iya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H