Kalau saya beranggapan bahwa apa yang baik untuk saya juga akan baik bagi anak saya, maka itu adalah cerminan sikap saya yang sembrono dan beraroma arogan. Memang, sebagai orangtua saya tentu saja harus lebih berpengalaman dalam melakoni hidup dan kehidupan. Jadi tidak mengherankan kalau saya merasa lebih mampu menggunakan pengalaman pribadi itu guna merencanakan masa depan. Sehingga ketimbang anak saya, maka sebagai orangtua saya sudah semestinya tahu apa yang terbaik bagi anak saya.
Tetapi, jika demikian yang saya lakukan, ada pendapat yang saya iyakan, bahwa itu akan sama artinya saya mengabaikan pergolakan batin anak saya. Lalu, mengapa saya bukannya membantu anak saya guna mengenali minat dan kebutuhannya, kok malah cenderung memaksakan minat dan kebutuhan saya sendiri kepada anak-anak saya.
Bagi saya, inilah salah satu tantangan besar yang harus saya hadapi atau mungkin malah ini pula yang seharusnya dihadapi oleh kebanyakan orangtua masa kini.
Oleh karena itu, memberikan peluang untuk pelbagai pengalaman dan lalu mengiyakan anak saya memilih jalannya sendiri adalah wujud nyata rasa hormat saya bagi jatidirinya, bagi cita-citanya, dan hasratnya guna membuat keputusan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H