Seperti halnya jabatan, teori juga bisa mengalami pergeseran, atau dengan kata lain lengser. Dahulu, orang-orang yang berpandangan behavioristik menyatakan bahwa belajar akan terjadi karena adanya stimulus dan nantinya akan menimbulkan respon, baik respon positif maupun respon negatif. Di dalamnya terkandung hubungan sebab akibat, jika sesuatu berakibat menyenangkan maka akan dilakukan dan sebaliknya jika akibatnya tidak menyenangkan maka akan ditinggalkan. Dalam teori ini juga menyebutkan bahwa dalam pembelajaran perlu adanya penguatanserta hukuman yang mendidik. Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linear, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif, dengan kata lain siswa berperan pasif. Mereka hanya menjiplak pengetahuan bukan menemukannya sendiri. Kecenderungan menjiplak akan membuat peserta didik menjadi pribadi yang kurang produktif, kurang imajinatif, kurang kreatif, berpikir linear dan konvergen. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya penggunaan aspek mental peserta didik, seperti: pikiran, perasaan, minat, bakat, keterampilan, dll. Oleh karena itu, teori behaviorisme tergeser oleh teori lainnya.
Selanjutnya yaitu teori belajar koneksionisme, dalam teori koneksionisme suatu respon dianggap akan menghasilkan stimuli, yang pada gilirannya bisa menghasilkan respon-respon lain. Pembelajaran diinterpretasikan pada koneksi-koneksi stimulus respon yang diperkuat dengan efek penguatan. Individu hanya menerima struktur pengetahuan yang disampaikan pendidik kemudian mengkoneksikannya dalam sistem hubungan saraf tanpa mengembangkannya melalui aktivitas atau media lain. Selain itu, pembelajaran koneksionisme yang hanya memberikan koneksi stimulus-respon secara spesifik hanya akan membuat individu mampu menirukan jawaban-jawaban atas masalah yang dimunculkan bukan membelajarkan individu untuk memecahkan masalahnya secara mandiri.
Selain itu, teori kognitifisme juga mengalami pergeseran, teori tersebut menyebutkan bahwa pembelajaran didefinisikan sebagai proses memaknakan pemahaman pengetahuan terhadap individu. Otak berfungsi sebagai alat menginterpretasi pengetahuan sehingga muncul makna yang unik. Dampaknya ialah tiap-tiap individu dapat memiliki pemahaman yang berbeda dalam memaknai satu pengetahuan yang sama.
Konstruktivisme cenderung mendefinisikan belajar sebagai proses pemabangunan struktur pengetahuan secara mandiri oleh individu. Inti kelemahannya terletak pada kemauan / motivasi individu itu sendiri. Individu dengan motivasi yang rendah atau kurang memiliki kemauan untuk mengkonstruk pengetahuannya cenderung akan tertinggal oleh individu lain dengan tingkat motivasi yang tinggi.
Humanisme hadir sebagai teori yang mendefinisikan pembelajaran dengan istilah “memanusiakan manusia”. Kelemahan mendasar terletak apabila pendidik tidak mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung aktualisasi diri individu yang belajar. Selain itu, pembelajaran benar-benar dipusatkan pada pencapaian tujuan “memanusiakan manusia” dengan cara apapun seperti memadukan berbagai teori sebagai landasan pembelajaran, menjadikan teori ini sedikit banyak bermakna ambigu.
=)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H