Penetapan Gubernur Banten Atut Chosiyah sebagai tersangka kasus suap perlu di perhatikan dan di uji secara serius. Langkah KPK ini diharapkan mampu membuka jalan untuk membongkar korupsi Atut dan kerabatnya. Tidak sepantasnya praktek politik dinasti demi menumpuk harta lewat korupsi dibiarkan. Ketika sebuah dinasti kelebihan dosis berkuasa, yang terjadi adalah kepentingan untuk korupsi.
Politik dinasti membelokan demokrasi ke arah oligarki yang akhirnya akan menggerus sumber daya ekonomi daerah dan anggaran daerah yang dikelola bak keuangan perusahaan keluarga. Pola korupsi lainnya adalah melalui pembagian dana bantuan sosial dan hibah. Tujuan alokasi dana bantuan sosial dan hibah sebetulnya untuk membantu orang-orang miskin atau penduduk yang terkena bencana alam. Namun, kenyataannya sebagian dari dana tersebut mengalir ke organisasi dan yayasan yang dikelola kerabat Atut.
Terkait hal tersebut, tentu upaya membongkar tuntas korupsi Atut dan kerabatnya. Tak cukup menjeratnya dengan pasal suap dan korupsi, KPK mesti mengusut harta dinasti ini lewat delik pencucian uang. Negara harus memberi sinyal yang jelas bahwa korupsi dan politik dinasti tidak pantas tumbuh di era demokrasi.
Selain itu juga pelaku korupsi di Banten yang sudah ditetapkan tersangka alat kesehatan ini sangat "demonstratif" dengan menampakan kekayaan, seperti mobil dan rumah mewah. Kekayaan lainnya juga di antaranya tanah dan perusahaan-perusahaan.
Penggeledahan KPK di rumah Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan adik Gubernur Banten menunjukkan begitu banyak mobil mewah yang harganya miliaran rupiah. Sedangkan, di Banten masih tinggi angka kemiskinan juga penderita gizi buruk. Jumlah penduduk miskin di ujung barat Pulau Jawa ini mencapai 656 ribu pada Maret 2013, naik jika dibandingkan dengan angka setahun sebelunya sebanyak 652 ribu.
Masyarakat berharap kasus-kasus korupsi di Banten dapat ditangani olek KPK dengan baik. Sebab korupsi merupakan kejahatan dan bertentangan dengan norma-norma agama, hukum dan nilai-nilai Pancasila. Besarnya angka korupsi di Provinsi Banten tentu menjadi pelajaran berharga tentang buruknya demokrasi di Indonesia.
Terkait hal tersebut, tokoh masyarakat Banten mengeluran petisi sebagai upaya penyelamatan Provinsi Banten. Ada 5 poin yang tertuang dalam Petisi Banten Bangkit. Pertama, mendukunng KPK mengusut tuntas seluruh tindak pidana korupsi di Banten. Kedua, meninjau kembali hasil pilkada langsung di berbagai daerah di Provinsi Banten. Ketiga, menuntut Gubernur Banten mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab moral. Empat, menuntut DPRD Banten menggunakan hak-haknya guna meminta pertanggungjawaban Gubernur Banten terhadap berbagai tindak pidana korupsi yang melibatkan dia dan keluarganya. Kelima, menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat Banten untuk menolak keberadaan politik dinasti, dan meminta warga berpartisipasi menyelamatkan Banten agar tidak terpuruk. Masyarakat Banten berharap KPK mampu menyelesaikan masalah korupsi di daerahnya secara tuntas, adil dan profesional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H