Mohon tunggu...
Panji Septo Raharjo
Panji Septo Raharjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya sangat menyukai dinamika politik di tanah air. Tidak hanya seru, politik di Indonesia sangat hidup dengan berbagai kelakar dan cerita-cerita lucu yang menyertainya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres Diduga Diisi Kecurangan, Suara Kita Dikorbankan

19 Februari 2024   22:12 Diperbarui: 20 Februari 2024   00:20 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter https://twitter.com/Ardaffaf/status/1759520542217170995/photo/1

Seakan tak rela suaranya sia-sia, mereka berani meluangkan waktu dan energi untuk mengorbankan diri. Jika demikian adanya, siapa yang harus bertanggung jawab atas kecurangan itu? 

Tanpa pembuktian, teriak-teriak curang hanya menjadi omong kosong. Akan tetapi, suara-suara kecil di sosial media mungkin saja bisa memberikan jawaban-jawaban yang memberi pencerahan.

Kecurangan-kecurangan yang dilakukan berbagai kubu ditumpahkan warganet. Tidak hanya berisi opini dan asumsi, video dan foto juga menjadi bukti. 

Pernahkah kamu melihat gambar yang memperlihatkan seseorang mencoblos salah satu pasangan secara gila-gilaan? Sayang sekali, ramainya konten tersebut sepertinya menandakan kecurangan dan politik uang tak bisa kita hindari pada pemilihan presiden tahun ini.

Menurutku, wajar saja jika politik uang dan kecurangan itu terjadi. Pasalnya, para penantang tak mungkin bisa menang dengan cara biasa. Di sisi lain, sang jenderal berkawan dengan pemilik kuasa. 

Kalau begitu, buat apa kita buang buang yang negara untuk menyelenggarakan pemilu yang curang? Kita semua adalah korban. Bagiku pribadi, kecurangan itu memang sudah terjadi sejak Pak Lurah bertindak sesuka hati. 

Seakan menyerahkan dosa-dosanya kepada kita, ia menyerahkan pemilihan itu kepada rakyat yang tak tahu apa-apa dan hanya bisa memilih omong kosongnya. Namun, ia juga harus menyapkan siasat agar pemerintahan bisa tetap stabil tanpa kegusaran masyarakat.

Ironisnya, suara tulus para pendukung sepertinya akan dikangkangi. Siapapun yang menang, kita akan tetap dikecewakan dengan realita ke depan. Siapa yang bisa menjamin calon pilihanmu tak bergabung dengan pemerintahan? 

Menjadi oposisi bukanlah pilihan utama para kontestan, mereka pasti ingin duduk dan menggenggam kekuasaan. Dengan tawaran manis, barangkali koalisi oposisi akan menjilati pemerintah secara pragmatis.

Malas rasanya melihat perpecahan yang terjadi di antara para pendukung. Toh, ujung-ujungnya kue kekuasaan akan dibagi-bagi agar negara fantasi ini tetap bisa berlari. 

Ironis sekali, akar rumput seolah saling menuduh. Sedangkan para kontestan yang didukung justru terlihat santai-santai saja karena lima tahun mendatang ia akan kembali dicalonkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun