Mohon tunggu...
Panji Satria Harimurti
Panji Satria Harimurti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Mahasiswa

Mahasiswa semester tua Universitas Diponegoro yang masih mencari jati diri. Apakah menulis menjadi jati diri saya sebenarnya? Siapa tahu kan? :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencari Akar Masalah UMKM di Indonesia

4 Agustus 2021   23:37 Diperbarui: 4 Agustus 2021   23:47 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Edukasi UMKM Penjual Jamu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Assalamualaikum, halo semuanya ! Kembali lagi bersama saya, masih dalam rangka pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tim II Universitas Diponegoro tahun 2021. Artikel ini merupakan artikel sambungan dari artikel pertama saya tentang program pertama dalam KKN ini yang dapat dilihat disini. Setelah pelaksanaan program pertama, maka saya akan menceritakan pengalaman saya pada program kedua yang melibatkan UMKM yang ada di Dusun Kanggan, Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Program kedua saya ini memang dari awal tujuannya adalah membantu para UMKM dalam hal pengembangan usahanya. Setelah melakukan interaksi dengan mereka, saya menemukan hal menarik dan beberapa kesamaan pada UMKM-UMKM yang telah saya datangi. Apa sajakah itu? Simak artikel saya dibawah ini, yuk !

1. Memulai Usaha tanpa Riset Pasar Terlebih Dahulu

Memang, riset pasar sebenarnya bagi UMKM merupakan langkah berat, karena didalamnya harus melakukan penelitian kepada konsumen-konsumen potensial di daerah tempat usaha akan dimulai. Dari informasi yang saya dapatkan dari UMKM yang saya datangi, mereka melakukan riset hanya berdasarkan ada tidaknya jenis usaha di tempat tersebut. Bahkan salah satu UMKM yang saya datangi menempati ruko yang sudah ada jenis usaha yang sama persis, baik dari bentuk tempat, kondisi toko, dan ragam variasi baju di sebelahnya.

2. Hanya Menggantungkan Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word-of-Mouth)

Memang sih, pemasaran mulut ke mulut merupakan jenis pemasaran juga. Namun hal itu termasuk dalam pemasaran yang pasif, dimana pelaku usaha tidak mengusahakan sesuatu sama sekali, hanya bergantung pada konsumen yang menceritakan pengalamannya membeli produk di pelaku usaha tersebut. Memangnya kita bisa menjamin, konsumen yang pernah berbelanja di toko kita 'pasti' menceritakan usaha kita ke orang-orang? Tidak kan?

Analogi dalam pemasaran adalah bagaimana kita memberi tahu konsumen-konsumen di luar sana bahwa kita menyediakan barang yang mereka butuhkan, sehingga mereka dapat membeli barang tersebut di toko kita. Jika tanpa mempraktikan hal tersebut, ya, pendapatan kita akan tetap seperti itu, tidak akan berkembang.

3. Tidak Melakukan Pengelolaan Keuangan yang Baik

Menurut penuturan pelaku UMKM yang saya temui, untung rugi dari usahanya hanya berdasarkan feeling dan jumlah saldo pada rekeningnya, sehingga untuk angka pastinya beliau tidak tahu sama sekali. Padahal, untung rugi dari melakukan kegiatan usaha dapat diketahui jika membuat suatu pembukuan khusus seperti laporan keuangan, atau setidaknya mencatat pendapatan dan pengeluaran secara rutin. Jika tidak dilakukan, seorang pelaku usaha tidak memiliki acuan dasar bagaimana perkembangan usaha yang dilakukannya, sehingga tidak dapat dibuat suatu keputusan bisnis yang cakap. Selain itu, tidak ada pemisahan rekening antara rekening pribadi dan usaha.

4. Tidak Adaptif terhadap Perubahan dan Perkembangan Zaman

Saat ini, kehidupan sudah dikuasai oleh teknologi dalam segala aspek, termasuk aspek berbisnis. Bisnis yang tidak mengikuti perkembangan zaman akan kalah dengan bisnis yang sejalan dengannya. Oleh karena itu, pemerintah saat ini sangat menuntut para UMKM untuk mendigitalisasi bisnis mereka, seperti memasarkan produk mereka melalui media sosial, menjadi penjual di beberapa marketplace, melakukan kerjasama dengan aplikasi penyedia jasa antar, dan atau beberapa penerapan teknologi lain seperti pemakaian aplikasi smartphone untuk mengelola keuangan. Apalagi pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia menuntut para konsumen untuk mengurangi intensitas keluar rumah, sehingga seluruh kebutuhan dipeoleh dengan teknologi.

5. Malas untuk Belajar Hal yang Baru

Poin ini yang menjadi faktor utama yang saya lihat. UMKM di Indonesia masih banyak yang dikelola oleh generasi tua yang sudah tidak memiliki hasrat untuk belajar. Sekalipun UMKM dikelola oleh para generasi muda, mereka memiliki tingkat pendidikan yang minim atau sifat malas yang masih mendominasi mereka. Faktor inilah yang membuat UMKM sulit untuk cepat berkembang.

Dari beberapa alasan diatas-lah yang mendasari saya membuat program KKN kedua yang berjudul "Pengembangan dan Pendampingan Mitra UMKM di Dusun Kanggan dari Segi Pengelolaan Keuangan dan Pemasaran demi Mewujudkan UMKM yang Efektif, Efisien, dan Adaptif terhadap Perubahan". Kegiatan utama dari program ini adalah bagaimana agar UMKM itu dapat mengatasi kelima masalah diatas, dan mampu mengembangkan usahanya. Selain itu, saya juga memberikan para UMKM tersebut modul pembelajaran yang harapannya mereka dapat belajar hal baru dari modul tersebut, khususnya di bagian pengelolaan keuangan dan pemasaran.

Tampilan Modul yang Saya Berikan kepada Pelaku UMKM (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tampilan Modul yang Saya Berikan kepada Pelaku UMKM (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ohiya, bagi kalian yang ingin mengakses modul tersebut pun dapat mempelajarinya dalam bentuk e-book. Link-nya dapat diakses disini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun