Kesalahpahaman Masyarakat
Pemahaman yang berkembang di sebagian masyarakat terutama pengusaha restoran dan makanan, bahwa yang haram itu adalah babi, sedangkan Ang Ciu bukan produksi dari babi jadi halal, begitu logika mereka.
Disamping itu ada kesalahpahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Apalagi mereka berpikir jika dalam proses pemasakannya arak tersebut menguap dan hilang, berarti sudah tidak ada kandungan alkohol dalam masakan mereka. Sehingga anggapan itu membuat mereka merasa tidak bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen.
Beberapa konsumen mengaku bingung ketika tahu bahwa makanan yang dikonsumsinya ternyata mengandung bahan haram. Tidak tahu harus berbuat apa, atau mengadu kepada siapa.
Padahal Lembaga Pangan Obat Obatan dan Kosmetika (LPOOM) MUI mengkategorikan zat sejenis arak ini haram, karena di dalamnya mengandung khamr. “Makanan yang sengaja menggunakan bahan itu tidak halal,” ujar Aisyah Girindra, Direktur LPOOM MUI. Menurut penelitian yang dilakukan Nurwahid, ahli Teknologi Pangan IPB, Ang Ciu mengandung unsur alkohol hasil fermentasi sebanyak 15%.
Pemerintah yang mestinya bertindak sebagai pengawas juga tidak menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. “Pemerintah belum serius mengawasi restoran atau perusahaan yang menggunakan bahan haram. Padahal peredaran makanan haram dan minuman keras banyak terjadi di restoran-restoran,” ujar Aisyah.
Pada akhirnya segala sesuatu kembali kepada pribadi masing-masing bagaimana menyikapi fenomena ini. Memang tidak mudah untuk menyampaikan segala informasi yang harus disampaikan demi kemaslahatan ummat. Semua itu berpulang kepada bagaimana kita yang mengaku muslim dalam menjalankan kewajiban yang menjadi taklif hidup kita di muka bumi ini.
Dan, yang jelas orang cerdas pasti memilih yang HALAL!
Wallahu’alam bishawab