Mohon tunggu...
Panji Nur Muhammad Sholih
Panji Nur Muhammad Sholih Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pengangguran

pengangguran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kafe yang Kita...

28 Januari 2020   12:42 Diperbarui: 28 Januari 2020   12:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sedang duduk sendirian di kafe dan memandang halaman parkir yang luas itu -- sambil tersenyum kecil. Mengingat gemetar tanganku saat berhadapan denganmu.

Sementara orang orang asing itu mulai bermunculan sambil tertawa ringan entah mengingat apa. Mungkin mengingat seseorang yang berhasil mencuri `perhatian mereka, sekali lagi.

Dua buku fiksi sedang tidur di mejaku. Aku sudah selesai membaca mereka berdua semalam. Tapi, hari ini aku ingin melupakan isi buku itu. Sebab, seperti kemarin ada suara yang mirip dengan suaramu bernyanyi di dalam kepalaku. Dan, kau tahu, saat saat seperti itu tanda kalau aku sedang merindukanmu.

Ajak aku ke kafe yang bising itu lagi, katamu suatu hari. Ketika kutanya alasannya kamu memiringkankepala sambil berkata lirih. Kau bilang, supaya kita punya alasan saling mendekatkan bibir ke kuping masing masing--beegantian.

Kafe bising itu menyenangkan, memang. Meski bising dan lagu lagu nya sering buat kita mengeluh, seperti katamu kita punya alasan untuk berbincang dengan tubuh yang saling mendekat. Atau berbagi earphone dan mendengarkan lagu lagu pilihan kita. Sebenarnya itu lagu pilihanmu. Tapi kau tahu, seringkali tiba tiba, aku menyukai semua lagu yang kamu sukai.

Aku ingat, ada dua kategori kafe menyenangkan versimu. Kafe yqng baik, katamu, ialah kafe yang kebisingannya mendekatkan hati dan ketenangannya semakin mendekatkan kita. Tentu saja aku tersipu mendengar kabar itu. Waktu itu, kukatakan padamu kalau aku ingin mengunjungi kafe yang ada disana. Ada kita duduk semeja sambil memesan apa saja kecuali seporsi kesedihan.

Dan semoga kau tak pernah lupa menjawab begini : kafe itu ada dimanapun, tapi kamu harus lewat sini lalu kesini, katamu sambil menyentuh dadaku lalu menyentuh dadamu sendiri.

Hari ini cuma ada satu semogayang ingin kuucapkan berulang ulang hingga semua pengunjung kafe ini pulang.
Semoga kau merindukan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun