Pada upacara peringatan Hari Kemerdekaan, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) menjadi simbol kebanggaan nasional yang melambangkan semangat persatuan dan kesatuan.
Namun, pada tahun 2024 ini, muncul kontroversi yang mengancam nilai-nilai tersebut, yaitu adanya larangan bagi Muslimah Paskibraka untuk mengenakan jilbab.
Larangan ini tidak hanya menimbulkan polemik, tetapi juga memperlihatkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan tersebut dengan prinsip-prinsip dasar Pancasila dan kebhinekaan.
Pada 2024 ini, ada 18 perwakilan Paskibraka perempuan yang mengenakan jilbab. Namun, semuanya harus mencopot penutup kepala tersebut karena aturan yang dikenakan BPIP, termasuk delegasi dari Aceh.
Keputusan ini dianggap mencederai semangat kebhinekaan dan toleransi yang menjadi fondasi negara, terutama mengingat bahwa larangan ini dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga nilai-nilai Pancasila.
Sebagai pengawal ideologi Pancasila, BPIP seharusnya menjadi penjaga nilai- nilai toleransi, pluralisme, dan kebebasan beragama. Namun, kebijakan yang dikeluarkan malah dianggap oleh banyak pihak sebagai pengingkaran terhadap prinsip-prinsip tersebut.
Pancasila: Antara Teori dan Praktik
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah diakui sebagai dasar filosofi yang mencerminkan jiwa bangsa ini. Namun, keputusan yang diambil oleh BPIP—sebuah lembaga yang bertugas menjaga dan merawat Pancasila— justru memicu pertanyaan besar. Bagaimana mungkin sebuah kebijakan yang membatasi kebebasan beragama, yang dijamin oleh Sila Pertama Pancasila, bisa lahir dari lembaga ini?
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki sejarah panjang dalam menghormati keragaman keyakinan. Jilbab, bagi banyak Muslimah, adalah ekspresi dari ketaatan dan keimanan mereka.
Namun, ketika penggunaan jilbab di ruang publik seperti di Paskibraka dilarang dengan alasan keseragaman dan kebhinekaan, timbul ironi yang sangat mencolok. Bagaimana mungkin sebuah negara yang berasaskan Pancasila, yang seharusnya melindungi kebebasan beragama, justru mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut?
Bukankah Pancasila sebagai dasar negara menjunjung tinggi kebebasan beragama, sebagaimana tercermin dalam sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jilbab, sebagai bagian dari keyakinan agama Islam, seharusnya dihormati dan dilindungi, bukan dilarang.