PENYELEWENGAN TUJUAN DAN MANFAAT INVESTASI OLEH ASIAN INFRASTRUCTURE INVESTMENT BANK SELAKU INVESTOR ASING DI KEK MANDALIKA MELALUI PENDEKATAN NORMATIF-KONTRADIKTIF ANTARA SITUASI MULTI SEKTORAL DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
Issue (Isu)
Proyek Kawasan Ekonomi Khusus di Nusa Tenggara Barat tepatnya di Pulau Lombok yang kemudian lebih dikenal sebagai KEK Mandalika merupakan pusat kegiatan ekonomi terlebih pada etika bisnis ekonomi kreatif yang terpusat pada wilayah Lombok Tengah. Hal ini diciptakan semata-mata untuk melakukan produktifitas pembangunan yang bersandar pada program Sustainable Development Goals atau yang lebih dikenal sebagai Program SDGs; lebih-lebih untuk menindaklanjuti Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai MP3EI.
Permasalahan secara strategis timbul ketika PT. Indonesian Tourism Development Corporate (PT. ITDC) selaku penyedia lahan hanya memiliki kas yang minim dan arahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mensyaratkan pembangunan KEK Mandalika melalui program kerjasama investasi.
Hal ini semata-mata dikarenakan pekerjaan utama indonesia yang kemudian menghasilkan persentase PDB tertinggi hanya melalui kegiatan ekspor-impor dan pembukaan keran investasi seluas-luasnya yang kemudian membuat indonesia hanya bergantung pada fluktuasi status pasar, tidak melalui kemandirian pembangunan industri nasional. Lagi-lagi, APBN yang diterima melalui PDB Indonesia hanya bergantung pada penjualan komoditas internasional yang harganya telah diatur dalam peraturan dagang yang diciptakan oleh World Trade Organization (WTO).
Walaupun baru-baru ini kita melihat telah berdirinya sirkuit MotoGP yang begitu megah, tetapi, dibalik tembok Dorna Sports, terdapat masyarakat Desa Ebunut yang masih tinggal di wilayah tersebut. Lebih lanjut, permasalahan taktis timbul karena penyelenggaraan Idemitsu Asian Talent Cup (IATC) telah dilakukan, tetapi masyarakat sekitar yang lahannya dirampas masih belum mendapatkan kepastian akan 9 (sembilan) bahan pokok kehidupan dan lokasi relokasi yang layak.
Hal ini kemudian mendapatkan perhatian dan respon dari Olivier De Schutter, UN Special Rapporteur (Pelapor Khusus PBB) untuk kemiskinan ekstrim dan hak asasi manusia. Dalam siaran persnya, ia mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghormati Hak Asasi Manusia dan hukum yang berlaku dengan adanya laporan bahwa proyek pariwisata senilai USD 3 miliar di pulau Lombok telah menimbulkan perampasan tanah yang agresif, penggusuran paksa terhadap Masyarakat Adat Sasak, dan intimidasi serta ancaman terhadap pembela hak asasi manusia. Lebih lanjut, beliau mengatakan: “Para petani dan nelayan terusir dari tanah yang mereka tinggali, serta rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya serta situs religi mereka mengalami perusakan karena Pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) akan menjadikan Mandalika sebagai 'Bali Baru'.”
Tim Special Rapporteur lebih lanjut menegaskan bahwasannya proyek pembangunan yang amoral ini semata-mata dapat berjalan karena adanya dukungan investasi yang diberikan oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) milik China sebanyak 3,6 Triliun Rupiah. AIIB dalam mengucurkan dana investasi dinilai tidak tuntas dalam uji due diligence sebagai investor terkhusus dalam mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, mempertanggungjawabkan dampak buruk terhadap HAM.
Hal inilah yang kemudian menjadi pertanyaan fundamentalis bagi seorang investor terlebih investor asing, apakah investasi dalam hal ini merupakan investasi yang bersandar pada prinsip yang sehat bagi seorang investor?
Rule (Peraturan yang Terkait)