Kasus Covid-19 yang mulai menurun memberikan dampak baik bagi seluruh masyarakat khususnya kota Bandung. Masyarakat yang dulunya merasa kesulitan dan dipaksa beradaptasi dengan keadaan, kini mulai bisa bernafas lega. Melihat aktivitas sosial yang mulai kembali aktif seperti sedia kala, juga kegitan yang melibatkan banyak orang mulai bisa diselenggarakan, seperti resepsi pernikahan hingga konser musik, tak terkecuali pameran karya seni. Tentu saja dengan tetap menjaga protokol kesehatan sebagai tindakan pencegahan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus Covid-19.
Berbicara tentang pameran, saat ini para seniman yang ada di kota bandung sangat antusias dalam menyambut perlahan pulihnya kota Bandung dari Covid-19. Dibuktikan dengan banyaknya pameran karya seni yang diadakan di galeri seni seperti Selasar Sunaryo Art Space, NuArt Sculpture Park, Lawangwangi Creative Space, hingga pasar antik Cikapundung.
Pasar Cikapundung, terkait tempat tersebut tentu akan menimbulkan pertanyaan “mengapa Pasar Cikapundung?” hal itulah yang menjadi keunikan di pameran fotografi yang diselenggarakan oleh Bandung Photography Month. Pameran tersebut adalah acara tahunan persembahan dari fotografer bandung untuk fotografer seluruh Indonesia. Selain dengan niat acara tahunan tersebut, ditempatkanya pameran ini di Pasar Cikapundung juga bertujuan untuk menaikan kembali ekonomi yang sempat terpuruk akibat dari Covid-19, khususnya dibagian pasar barang antik. Acara tersebut menjadi simbiosis mutualisme antara para pelaku usaha dengan penyelenggara acara. Disatu sisi para pelaku usaha dipromosikan secara tidak langsung lewat diadakannya acara tersebut di Pasar Cikapundung, disisi lain pihak penyelenggara mendapat benefit karena tempat diselenggarakannya pameran yang mendobrak aliran utama.
Selain tempat dan penempatan display-nya yang unik, karya yang dipajang tentu harus ikut dibahas karena itulah yang menjadi masterpiece dari seluruh rangkaian acara. Saat langkah pertama masuk melewati tangga tengah, pengunjung akan disuguhi oleh penampakan konsep foto yang dipajang dengan cermin ditengahnya, tema dari konsep tersebut adalah Potret Diri : Resilensi.
“Potret Diri : Resilensi” ini sengaja menempelkan karya fotografinya disebuah cermin, lalu dituliskan sebuah narasi dari masing-masing karya dibawahnya. Foto-foto yang dipajang disudut ini berbicara tentang bagaimana seorang manusia melewati masalah. Berangkat dari narasi karyanya, dapat diambil kesimpulan bahwa masalah akan menjadikan seseorang lebih kuat dalam menjalani kehidupan. Ketika misalnya saat menjalani masa karantina mandiri, seorang insan yang terjangkit penyakit itu harus merasakan kesendirian yang akan terasa sangat lama. Dari kesendirian itulah manusia ‘bercermin’, merefleksikan diri terhadap diri sendiri, atau dalam istilah lainya adalah intropeksi.
Melihat peristiwa pengalaman hidup tersebut, kita sebagai manusia dan juga mahluk sosial harus lebih ‘bercermin’, mengingat kita adalah mahluk yang paling sempurna diantara penghuni bumi lainnya. Menghargai diri sendiri, mengapresiasi apa yang sudah dilakukan, memaknai hidup, mencintai tubuh, dan bahwa kita bisa melalui apapun rintangan yang ada adalah pesan yang ingin diutarakan lewat kumpulan karya yang berjudul “Potret Diri : Resilensi”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H