Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Undang-undang nomor 33 TAHUN 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pendapatan dalam APBD terdiri dari 3 sektor, yaitu Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Pendapatan Lain – Lain Yang Sah. Sedangkan Belanja Daerah dalam APBD terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
Pendapatan utama APBD bersumber dari Pajak dan Retribusi yang dibayar oleh masyarakat, baik yang dikelola oleh pusat maupun daerah, dan oleh sebab itu Belanja dalam APBD sepatutnya dialokasikan sepenuhnya bagi kemaslahatan masyarakat. Belanja dalam APBD dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan kemampuan pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat sehingga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Dengan belanja yang berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi suplemen bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, sebagaimana selalu terjadi dalam pengelolaan keuangan publik, masih adanya kendala penganggaran, tercermin dari banyaknya kebutuhan yang dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Oleh karena itu, prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala penganggaran.
Apabila berbicara tentang Anggaran, maka tidak hanya berbicara tentang aktivitas teknis keuangan, namun tidak luput juga dari aktivitas politik, yang dapat dilihat dari kebijakan anggaran tentang siapa memutuskan dan mengalokasikan anggaran, dan siapa yang mendapatkan anggaran. Hal inilah yang seharusnya menjadi pengawasan bersama bagi masyarakat Banten terkait kebijakan dan politik anggaran tersebut.
Seperti sudah diketahui, bahwa pada tahun 2014 akan diadakan pemilihan legislatif dan presiden, dan dapat terlihat dari daftar caleg tetap masih ada pemain lama yang berlomba memperebutkan jabatan di dewan. Sejak disahkannya sistem pemilihan yang baru, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan logistik kampanye bagi setiap caleg sangatlah besar, hal ini tidaklah menjadi persoalan jikalau penggunaan dana kampanye yang digunakan berasal dari dana pribadi. Namun, akan sangat licik dan tidak masuk akal jika oknum caleg petahana, ataupun oknum caleg yang mempunyai jaringan di pemerintahan, menggunakan dana yang bersumber dari APBD dengan menggunakan beberapa skema yang sudah menjadi rahasia umum, di antaranya dengan menggunakan alokasi belanja Hibah
Dalam Laporan BPK Nomor 19/LHP/XVIII.SRG/05/2012 tanggal 29 Mei 2012, BPK menyatakan pendapat Wajar Dengan Pengecualian atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2011 karena permasalahan: (1) penggunaan langsung atas penerimaan Dana Kegiatan Fasilitasi Pendidikan dan Pelatihan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Provinsi Banten; (2) Hibah yang belum dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah; (3) Bantuan Sosial yang disalurkan tidak dikonfirmasi oleh penerima bantuan sosial.
Permendagri No. 32 tahun 2011 menyatakan bahwa Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Dalam definisi tersebut, tercantumkan bahwa hibah itu tidak dapat dilakukan secara terus-menerus dan bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah, dan hal itu menyebabkan hibah tidak dapat dilakukan secara sembarangan tanpa memperhatikan rencana pembangunan daerah.
Untuk lebih jelasnya pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan bahwa Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ketika berbicara Anggaran, maka tidak hanya berbicara tentang teknis keluar-masuk keuangan, namun juga persoalan politis, siapa yang mendapatkan apa. Segala belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah pada dasarnya adalah untuk kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat, bahkan dalam soal pemberian hibah juga diharapkan ada sumbangsih dari penerima hibah terhadap pembangunan.
Jika melihat tren pemberian hibah di atas pada rentang waktu 2007 s.d. 2013, terlihat bahwa pemberian hibah melonjak naik menjelang Pemilihan Legislatif, sebagai contoh pada tahun 2008 pemberian dana hibah dialokasikan senilai Rp879.483.180.000,00 yang berarti mengalami kenaikan sebesar 5396,77% atau senilai Rp863.483.180.000,00, perlu diingat bahwa pemilihan legislatif terjadi pada tahun 2009. Dan ternyata tren berulang kembali pada tahun 2013 di saat kita akan menghadapi Pemilihan Legislatif tahun 2014, belanja Hibah melonjak naik kembali sebesar 371,51% atau senilai Rp1.075.225.690.000,00 dengan alokasi dana mencapai Rp1.364.645.690.000,00.
Hal ini patut untuk disikapi dan dikritisi oleh seluruh masyarakat, dan juga Badan Pengawas Keuangan agar tidak ada penyimpangan dan bancakan APBD untuk kepentingan politik dalam penggunaan dana Hibah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H