Mohon tunggu...
Pangpung Leutik
Pangpung Leutik Mohon Tunggu... -

seseorang yang biasa biasa saja sedang mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Selasa, 4 Oktober 2011

8 Oktober 2011   10:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:12 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pukul 10.30, Bapak Kepala Sekolah menelponku bahwa ada siswa yang  melempar batu bata ke sekolah lain yang letaknya berbatasan dengan bagian belakang sekolah kami. Kebetulan Bapak Kepala sekolah saat itu sedang berada disana. Sayapun langsung menuju lokasi, dan mendatangi kelas yang terdekat ke tempat kejadian. Namun anak-anak sedang berada di ruang musik di lantai 2.

Ketua Murid dan beberapa anak dipanggil untuk mengumpulkan informasi, ada sedikit informasi yang saya dapatkan, diantaranya bahwa kejadian saling lempar itu terjadi di lantai . Sayapun kesana, dimana di atas 2 lokal bangunan belakang merupakan cor beton terbuka, padahal jalan ke lokasi terbuka ini ditutup tembok setinggi dada orang dewasa. Di lantai 3 ini dipakai ruang belajar siswa kelas 7.

Saya kumpulkan informasi dari siswa kls 7 yang lokasinya berdekatan dengan tempat kejadian, diperoleh keterangan bahwa memang ada beberapa siswa kls 8 dan 9 yang loncat ke lokasi itu. diperoleh keterangan beberapa nama anak diantaranya.

Menurut mereka yang melempar duluan adalah Sekolah tetangga, yang kemudian dibalas dengan lemparan batu bata oleh anak-anak kami.Masih menurut anak-anak kelas 7, bahwa batu, kayu, yang dilempar oleh siswa sekolah lain tersebut sampai melewati bangunan, kemudian menimpa kanopi yang menaungi para pedagang.

Mendapat informasi tersebut sayapun turun lagi dan menanyai para pedagang, diperoleh keterangan bahwa benar ada lemparan batu yang melubangi kanopi dan menimpa punggung salah seorang pedagang. Kebetulan batunya masih ada yang kemudian saya simpan sebagai bukti. Temuan-temuan tersebut saya laporkan kepada Bapak Kepala Sekolah dan beliau menyuruh saya mendatangi sekolah tetangga

Saya, sendirian berangkat kesana,  menyampaikan temuan di sekolah kami atas kejadian tersebut. Kami pun sepakat untuk membina anak-anak kami.

Sesampainya di sekolah, sejenak saya duduk istirahat di depan ruang piket sambil memandang anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran olah raga. Dua orang anak perempuan tergopoh gopoh menghampiri  dan menyampaikan bahwa di kelasnya ada anak yang sepertinya kesurupan.

Saya mengikuti mereka ke ruang kelas, disana seorang anak perempuan sedang menangis tersedu sedan, dikelilingi teman-temannya. Sejenak saya perhatikan… hati saya mengatakan bahwa anak itu tidak kesurupan. Saya memanggil salah seorang temannya dan menanyakan apakah dia punya masalah dengan temannya atau kelauarganya? Jawabannya adalah “tidak”. ketika  ditanyakan apakah anak tersebut sudah punya pacar?. Jawabannya “iya”

Dengan dibantu seorang rekan laki-laki susah payah kami membawa anak perempuan tadi ke ruang UKS. Saya mencoba mengorek informasi darinya.  Akhirnya dia mengakui bahwa dia menangis karena diputuskan temannya. Hmmmmm anak-anak sekarang usia 13 tahun sudah menangis sedemikian heboh karena diputusin pacar. Saya gali lagi informasi yang lebih jauh,  khawatir gaya berpacaran dia sudah jauh menyimpang. Ya.. memang. Di usia 13 tahun dia sudah mengenal ciuman bibir dan diraba-raba wilayah dadanya. Malah pacarnya pernah mengajak dia berhubungan intim, namun ditolaknya. Astagfirullohaladziim………………………

Saya katakan bahwa dia anak perempuan yang beruntung, terhormat, dan hebat, saya salut sama dia. Diputuskan pacar karena tidak mau berhubungan intim adalah sikap wanita yang punya harga diri. Setelah dia tenang, saya bahas tentang gaya pacaran yang sudah dia lakukan adalah tidak benar, dan  mencoba menghubungkan dengan kesehatan reproduksi juga resiko seandainya dia menyerah pada keinginan pacarnya.

Alhamdulillah… perlahan rona ceria kembali muncul di wajahnya. Saya peluk dia, saya usap rambutnya sambil berbisik bahwa suatu saat nanti ketika dia sudah dewasa akan datang lelaki terbaik untuknya.

Diapun total ceria, lalu minta ijin  masuk kelas lagi tanpa mau diantar ………….. Satu masalah mudah-mudahan tuntas. Masalah pertama masih menunggu penyelesaian.

Ya Rabb, Engakau Dzat yang Maha kuasa, saya mohon berilah selalu petunjukMu, agar mampu mengemban amanat ini.  Amiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun