Penerimaan perpajakan selalu menjadi sumber terbesar pendapatan negara dalam postur APBN disetiap tahunnya. Dalam konferensi pers APBN kita, per januari 2024, meneteri keuangan, Sri Mulyani, melaporkan bahwa penerimaan perpajakan memberikan jumlah paling besar dalam komponen APBN, yaitu sebesar Rp1.869,2T, dan apabila mengarah pada Perpres 75/2023, penerimaan tersebut naik melampaui target sebesar 102,8% atau tumbuh 8,9% dibandingkan tahun lalu.
Kemudahan Pembayaran Pajak
Jajaran DJP (Direktorat Jenderal Pajak) berhasil mendapatkan penerimaan pajak lebih dari 100% selama 3 tahun berturut turut. Namun dalam situasi tertentu, wajib pajak dapat mengalami kesulitan likuiditas atau menghadapi keadaan diluar kuasanya yang membuat pemabayaran pajak menjadi sulit dilakukan. Oleh karena itu DJP (Direktorat Jenderal Pajak) membantu wajib pajak dengan mengadakan kebijakan tentang penundaan pembayaran pajak agar wajib pajak tidak merasa terbebani dalam melakukan kewajiban perpajakan.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak atas dasar permohonan dari Wajib Pajak. Lebih lanjut, ketentuan ini diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 242 tahun 2014, yang telah diubah menjadi PMK Nomor 18 tahun 2021. Pengangsuran atau penundaan ini dapat diberikan jika Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau menghadapi keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu melunasi utang pajak pada waktunya.
Objek Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
Tidak semua wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan penundaan dan pengangsuran. Surat permohonan itu hanya untuk wajib pajak yang mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga wajib pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya SPT diterbitkan
Permohonan juga harus dilampirkan dengan alasan dan bukti kesulitan likuiditas berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.
Terkhusus untuk Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB harus memenuhi persyaratan Wajib Pajak yaitu harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri salinan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.
Surat Permohonan harus mencantumkan:
1. Jumlah angsuran, masa angsuran, dan besarnya angsuran.
2. Jumlah penundaan pajak dan jangka waktu penundaan.
Permohonan Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
Pada Pasal 21 PMK No. 242 Tahun 2014 s.t.d.d PMK no. 18 tahun 2021, Wajib Pajak harus