Satu hal yang perlu diingat, media sosial hanya memperlihatkan sebagian kecil dari kisah besar pernikahan seseorang. Ia menampilkan akhir konflik, tanpa menyajikan proses penyelesaian atau usaha yang mungkin sudah dilakukan di balik layar.
Efek dari penggambaran yang tidak utuh itu menciptakan persepsi bahwa pernikahan memang penuh dengan risiko dan problematika yang berat. Alhasil, banyak yang akhirnya menunda hingga mengurungkan niat untuk menikah.
Lebih parah lagi, mereka yang sudah skeptis kadang terjebak dalam "bias konfirmasi"---mereka cenderung mencari konten yang sesuai dengan pandangan negatif mereka tentang pernikahan, dan mengabaikan sisi positif dari kehidupan pernikahan yang tidak berlebihan diekspos di media sosial.
Kondisi itu semakin memperkuat anggapan bahwa pernikahan bukanlah jalan hidup yang diidamkan, melainkan perjalanan panjang yang akan dipenuhi dengan konflik.
Dulu, ada kata-akat bijak yang mengatakan, "Rumah tangga itu ibarat nasi, makin tertutup makin matang." yang berarti hubungan rumah tangga yang baik adalah hubungan yang menjaga privasinya.
Namun, di era medsos, pepatah ini kalah pamor dengan tren oversharing tadi. Semua hal, mulai dari debat soal siapa yang harus mencuci piring hingga masalah serius tentang perceraian, diumbar ke publik. Dan semua ini bisa diakses oleh siapa saja, termasuk mereka yang masih dalam tahap mencari jati diri dan mempertimbangkan pernikahan.
Selain itu, ada pula konsep psikologis yang mendukung bahwa eksposur berulang pada tayangan-tayangan di medsos dapat membentuk persepsi kita. Ketika media sosial terus-menerus menampilkan sisi suram pernikahan, lama-kelamaan publik pun akan menganggap bahwa itulah realita semua pernikahan.
Persepsi semacam itu perlahan membangun skeptisisme terhadap sebuah pernikahan, terutama di kalangan muda.
Lalu, bagaimana menyikapi konten rumah tangga di media sosial agar tidak ikut terpengaruh? Jawabannya adalah bijak dalam memilih apa yang kita lihat.
Kita bisa memfilter akun-akun yang kita ikuti, memastikan bahwa yang kita lihat adalah tayangan yang konstruktif dan tidak melulu menampilkan aib.
Kita pun bisa memilih untuk mengikuti konten yang menampilkan sisi pernikahan yang sehat, dengan masalah yang disertai dengan solusi yang baik.