Prabowo, sebentar lagi akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Sejalan dengan itu, pembentukan kabinet tentu jadi topik hangat yang selalu mengundang rasa penasaran. Belakangan, kabarnya di kediaman Pak Prabowo di hambalang banyak tamu berdatangan. Mulai dari menteri-menteri yang masih aktif sampai sosok artis yang nggak asing di layar-layar TV dan HP. Tidak tahu ngapain, tapi kalau boleh khusnudzon, jangan-jangan ini soal kursi menteri?
Presiden terpilih kita, PakKalau iya itu soal kursi menteri, tapi yang muncul kok wajah-wajah lama. Mereka yang selama ini sudah punya tempat nyaman di kursi pemerintahannya Pak Jokowi. Tidak ada masalah dengan mereka, tapi kesannya tidak ada kebaruan aja gitu. Ya setidaknya Presiden baru kan pejabatnya juga baru, supaya masyarakat merasa ada harapan baru untuk Indonesia lebih baik.
Nggrundel tinggallah nggrundel, suara orang biasa kalau tidak bertengger di Kompasiana ya di Mojok.co. Tapi gini Pak Prabowo, saya punya ide yang barankali bisa dipertimbangkan. Bagaimana kalau saya diangkat jadi menteri? Memang sih, saya ini nggak pernah nongkrong di panggung-panggung publik apalagi politik. Tapi, siapa tahu Bapak tertarik dengan skill saya yang serba bisa ini?.
Pak, saya bisa moto, bisa bikin video, desain? Wah, sudah jadi makanan sehari-hari. Editing video buat highlight kegiatan Bapak di media sosial? Siap! Bikin infografis tentang program kerja pemerintahan yang visualnya menarik dan menggaet anak muda? Jangan khawatir, Pak. Bisa saya urusin. Saya juga bisa bikin Copy Writer alias bikin kata-kata yang catchy dan berkelas, kayak Pak Anies Baswedan gitu.
Terus, nggak cuma itu, Pak. Kalau Bapak butuh orang yang bisa ngelola sosial media supaya tampil up-to-date dan relatable sama milenial dan Gen Z, untuk menjaga Branding "Gemoy" saya siap. Soalnya, biar bagaimanapun, engagement itu penting kan? Biar program kerja Bapak nggak cuma disimak oleh bapak-bapak di grup WA, tapi juga sama generasi yang tiap hari mantengin TikTok.
Jadi, kenapa saya? gini Pak, saya juga pengin ngerasain enaknya kue kekuasaan, katanya enak banget. Bukan soal gajinya yang mungkin gede, tapi pengalaman hidup jadi orang penting itu lho Pak. Siapa tahu saya bisa dapat kesempatan ikut pertemuan G20, atau mungkin jadi pembicara di forum-forum internasional. Bayangin, Pak, saya berdiri di depan para delegasi dunia, dengan presentasi PowerPoint yang desainnya tentu saja saya bikin sendiri.Â
Dan saya juga bisa jadi orang yang multifungsi Pak. Misalnya, kalau mendadak ada rapat menteri dan nggak ada yang bisa bikin kopi, saya juga bisa turun tangan. Bapak tinggal sebut, mau latte, teh tarik, ronde, wedang uwuh, atau kopi hitam. Jadi selain ngurusin kerjaan menteri, bisa juga bantu urusan dapur.
Dan saya sadar Pak, posisi ini nggak main-main. Tapi zaman sekarang, semua serba bisa kita pelajari dengan cepat, apalagi dengan bantuan teknologi. Bapak tinggal tunjuk saya, saya akan cari tahu, belajar, dan kalau perlu ikut kursus kilat. Jadi jangan khawatir kalau awalnya saya nggak ngerti-ngerti amat soal kebijakan luar negeri atau ekonomi mikro.
Ohya, ngomong-ngomong soal ide menjadikan saya mentri, Kementrian yang saya usulkan adalah Kementerian Sosmed atau Social Media. Bayangkan, kementerian ini fokus mengelola informasi digital, menangkal hoaks, dan membantu sosialisasi program pemerintah dengan gaya kekinian. Saya bisa pastikan, postingan Kementerian bakal lebih menarik dan relatable buat generasi Z. Dan siapa tahu, kita bisa bikin kampanye viral yang bikin masyarakat semakin dekat sama pemerintah, tapi dengan cara yang asyik dan santai.
Mungkin Bapak bertanya-tanya, "mas dika, mas dika, kenapa harus Kementrian Sosmed?". Gini pak, kenapa harus kementrian Sosmed? Sekarang ini, hampir 90% masyarakat kita adalah pengguna aktif media sosial. Ini bukan cuma soal selfie atau update status, story, reels atau boomerang, tapi lebih dari itu, sosmed sudah jadi platform penting untuk menyuarakan aspirasi, kritik, bahkan keluhan.
Belakangan, tagar #noviralnojustice ramai disuarakan melalui platform-platform sosmed. Ini menunjukkan kalau penanganan hukum sering kali baru serius ditangani setelah kasusnya viral. Kesannya, suara rakyat hanya didengar saat sudah ramai di dunia maya. Nah, dengan kementerian Sosmed, saya berharap bisa menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.