Mohon tunggu...
Pangesti Arum
Pangesti Arum Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya salah satu mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta ,Saya anak pertama dari 2 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku

30 September 2024   01:00 Diperbarui: 30 September 2024   01:08 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://digilib.uinkhas.ac.id/

2. Kedua, fasilitas pelaksanaan hukumnya yang memadai, sebab sering kali hukum sulit ditegakkan bahkan tak tertangani karena fasilitas untuk menegakkannya tidak memadai ataupun tidak tersedia.

3. Ketiga, kesadaran dan kepastian hukum serta perilaku masyarakat itu sendiri.

4. Keempat, Mental aparat penegak hukum. Dalam hal ini adalah pelaku hukum secara langsung seperti polisi, jaksa, pengacara, hakim, petugas lembaga pemasyarakatan dan sebagainya karena pada dasarnya penegakan hukum sangat tergantung pada mentalitas para aparatur penegak hukumnya.

9. Perkembangan Hukum Indonesia Dalam Kondisi Modernitas Dan Menuju Tatana Hukum Responsif

1. Masa pemerintahan Hindia-Belanda ini berlangsung selama satu setengah abad, sejak berakhirnya VOC pada akhir ke-18. Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan VOC ,Menurut Soetandyo Wignjoesoebrto, tatanan hukum pada masa ini Represif in optima forma. Tatanan hukum ini dimaksudkan untuk menjamin preservasi rust end orde dan konservasi kekuasaan kolonial, demi kepentingan ekonomi Negara dan bangsa Belanda dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Ketika menjalankan politik hukumnya, Hindia-Belanda menetapkan dalam bidang hukum perdata bagi Indonesia, berlaku hukum adatnya masing-masing, dengan dalih pengakuan kesamaan derajat semua budaya.

2. Tatanan Hukum Pada Masa Penjajahan Jepang Pada tanggal 7 desember 1941 meletuslah Perang Pasifik, dengan dibomnya Pear harbor oleh Jepang. Dalam waktu singkat Jepang menduduki daerah-daerah jajahan sekutu (Amerika, Inggris, Belanda) di daerah Pasifik.Pada tanggal 9 maret 1942 jepang masuk ke Indonesia dan menghalau Belanda ,Tatanan hukum seperti ini dapat dikualifikasikan termasuk kepada tatanan hukum yang represif, sebab semua keputusan dan pertimbangan hanya terarah pada satu tujuan, kepentingan pendudukan militer Jepang. Dalam hubungan dengan politik Islam, Jepang mengakui betapa pentingnya kedudukan umat Islam dalam dunia perpolitikan Indonesia. Meskipun berbeda dengan Belanda yang lebih menanamkan sikap anti Islam, namun tujuannya sama yaitu melanggengkan kekuasaan mereka.

3. Tatanan Hukum Sejak tahun 1945 sampai tahun 1998 Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah kepada sekutu. Pada saat itulah terjadilah kekosongan kekuasaan (Vacum of Power) di Indonesia. Dengan memanfaatkan kekosongan itu, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 (05=2605, tahun Jepang) Indonesia berhasil memerdekakan dirinya dengan jerih payah yang sungguh hebat dan pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah kemerdekaan, PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945.

4. Menuju Tatanan Hukum Responsif Usaha untuk menemukan hukum yang responsif sangat mewarnai teori hukum modern.Seperti menurut Jerome Frank, tujuan utama para realis hukum adalah membuat hukum menjadi lebih responsive (tanggap) pada kebutuhan sosial. Hukum yang represif, otonom, dan responsive dapat dipahami sebagai tiga reaksi atas dilema integritas dan keterbukaan.Ciri hukum yang represif adalah adaptasi lembaganya yang pasif dan oportunistik terhadap lingkungan sosial politiknya. 

Hukum otonom adalah reaksi terhadap keterbukaan yang mutlak dan tidak pandang bulu. Titik beratnya adalah dipertahankannya integritas kelembagaan untuk mencapai tujuan.Sedangkan responsif bukan sematamata terbuka atau adaptif, namun lebih menunjukan bahwa hukum tersebut harus memiliki kemampuan bertanggungjawab.

10. Paradigma Hukum

Hukum sebagai perwujudan niali nilai mengandung arti bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Menurut ideologi Marx, maka hukum merupakan bangunan atas yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan-kekuatan dalam sektor ekonomi. Ideologi sebagai   paradigma tidak membiarakan hukum sebagai suatu lembaga yang netral.dalam proses rekayasa sosial dengan menggunakan hukum merupakan proses yang tidak berhenti pada pengukuran efektivitasnya, melainkan bergulir terus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun