2. Aliran Normatif, hukum bukan merupakan fakta yang teramati tetapi merupakan suatu institusi nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan bekerja untuk mengekspresikan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Menurut aliran ini, hukum bersifat derivartif, karena itu tidak dapat dipisahkan dari institusi primer seperti politik dan ekonomi.
    Peletak-Peletak Dasar Sosiologi Hukum di Eropa:
- Durkheim Dalam karyanya "Division du Travail Social" tahun 1983: masalah hubungan antara bentuk-bentuk kemasyarakatan dan jenis jenis hukum.
- Duguit, Levy dan Hauriou Tiga peletak dasar sosiologi hukum bangsa Perancis, Leon Duguit (meninggal tahun 1938), Emmanuel Levy dan Maurice Hauriou (meninggal 1930), sampai pada sosiologi hukum bukan dari sosiologi, tetapi ilmu hukum.
- Max Weber dan Eugene Ehrlich Menurut Max Weber semua sosiologi hukum dieduksikan menjadi kemungkinan-kemungkinan atau "kesempatan-kesempatan" dari kelakuan sosial, menurut suatu sistem yang koheren dari aturan-aturan yang diselenggarakan oleh ahli hukum bagi suatu tipe masyarakat tertentu.
- Pengidentifikasian Rancangan Hukum Sosiologi Terhadap Kajian Hukum
Tiga Pilihan Cara:
- Kajian Normatif , memandang hukum sebagai kaidah yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.dengan tujuan ingin memahami secara mendalam hakikat dari hukum.
- Kajian Filosofis; Kajian ini lebih menitikberatkan pada seperangkat nilai-nilai ideal, yang seyogyanya senantiasa menjadi rujukan dalam setiap pembentukan, pengaturan dan pelaksanaan kaidah hukum.Kajian ini lebih diperankan oleh kajian filsafat hukum atau law in ideas. Kajian filosofis ada dalam kajian hukum
- Kajian Empiris ; memandang ilmu hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial, kultur. Kajian ini bersifat deskriptif. Metode empiris ini lahir disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normatif, tidak lagi mendapat tempat.
- Tujuan utama kajian filosofis ini adalah ingin memahami secara mendalam hakikat dari hukum.Karena itu, filsafat hukum mengandaikan teori pengetahuan (epistemology) dan etika.
- Menuju Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum Abad kesembilan belas ditandai dengan munculnya gerakan positivisme dalam hukum.Abad tersebut menerima warisan pemikiran dari masa-masa sebelum bersifat idelaistis.Pendekatan hukum pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah mulai mendekatkan diri pada hukum masyarakat. Perubahan tersebut, memiliki pengaruh yang sanagt penting bagi munculnya sosiologi hukum, misalnya, industrialisasi yang berkelanjutan meontarkan persoalan sosiologisnya sendiri, seperti urbanisasi dan gerakan demokrasi juga menata kembali masyarakat sesuai prinsip kehidupan demokrasi. Dalam kajian non-doktrinal, hukum tidak lagi dikonsepkan secara filosofi-moral, sebagai norma ius constituendum atau law as what ought to be dan tidak pula secara positivistis, sebagai norma ius constituendumatau law as what it is in the books, melainkan secara empiris, yang teramati di dalam pengalaman. Ciri metode yang sangat jelas dalam penelitian non-doktrinal adalah menggunakan peran logika induksi untuk menemukan asas-asas umum (empirical uniformities) dan teori-teori (baik yang miniature atau yang middle range, maupun rgand), melalui silogisme.Dalam silogisme induksi ini, premis-premis (kecualikonklusinya),
- Struktur Sosial Dan Hukum
- kaidah itu ada yang mengatur pribadi manusia dan terdiri dari kaidah kepercayaan dan kesusilaan.Kaidah kepercayaan bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman sedangkan kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Di lain fihak ada kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan antar manusia atau pribadi, yang terdiri dari kaidah-kaidah kesopanan dan kaidah hukum.
- Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya: 1. Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan.
- 2. Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah.
- 3. Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat. 4. Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat.
- 5. Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketentraman).
8. Budaya Hukum dan Penegakan Hukum
Adanya kultur/budaya hukum inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan hukum di antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Â budaya hukum yaitu:
1. Persoalan yang pertama adalah persoalan yang berkaitan dengan hukum sebagai suatu sistem, dimana hukum itu dinilai dari 2 sisi yang berbeda yaitu:
2. Hukum dilihat sebagai suatu sistem nilai, dimana keseluruhan hukum dalam rangka penegakan hukum didasarkan pada grundnorm yang kemudian menjadi sumber nilai sekaligus pedoman bagi penegakan hukum itu sendiri;
Penegakan hukum selain ditentukan oleh aturan-aturan hukumnya sendiri, fasilitas, mentalitas aparat penegak hukum, juga sangat tergantung kepada faktor kesadaran dan kepatuhan masyarakat, baik secara personal maupun dalam komunitas sosialnya masing-masing.
Menurut Soejono Soekamto, "Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian
pergaulan hidup." Karena itu tegaknya hukum dapat ditandai oleh beberapa faktor yang saling terkait sangat erat yaitu:
1. Pertama, Hukum dan aturannya sendiri, sehingga diperlukan adanya keserasian antara peraturan perundang-undangan yang ada.