Mohon tunggu...
pangeran toba hasibuan
pangeran toba hasibuan Mohon Tunggu... Lainnya - jadilah seperti akar meski tidak terlihat, tetap tulus menguatkan batang dan menghidupi daun, bunga atau buah termasuk dirinya sendiri

Bukan apa yang kita dapatkan, tapi menjadi siapakah kita, apa yang kita kontribusikan, itulah yang memberi arti bagi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Harga Minyak Goreng

21 Desember 2021   08:54 Diperbarui: 21 Desember 2021   09:02 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia - 48,42 juta ton cpo pada 2019 (Data BPS), sekaligus pengekspor terbesar dunia untuk minyak sawit. Ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 34 juta ton pada 2020 (Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia). 

Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan, ekspor produk minyak kelapa sawit atau 'cpo' maupun turunannya ke berbagai negara masih berjalan normal terlepas dari memburuknya situasi pandemi Covid-19 di Indonesia (kontan.co.id 20/07/2021). Dengan demikian kenaikan harga 'cpo' memberikan dampak keuntungan besar bagi pengusaha kelapa sawit.

Tetapi apakah kenaikan harga CPO  juga memberi dampak positip bagi konsumen di Indonesia? Rasanya tidak demikian apalagi bagi rakyat di tingkat bawah.

Beberapa bulan belakangan ini, bagi masyarakat yang memperhatikan, khususnya kaum ibu tentu merasakan adanya kenaikan harga minyak goreng. Mengalami kenaikan cukup signifikan. 

Bahkan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan mengatakan kenaikan sudah melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah (Bisnis.com 24/11/2021). 

Dampaknya terlihat di beberapa pusat perbelanjaan minyak goreng kemasan persediaannya terbatas. Kompas juga memuat foto berita, salah satu pusat perbelanjaan di Tangerang Selatan membatasi pembelian untuk menjaga ketersediaan minyak goreng. (25/11/2021).

Secara sederhana kenaikan harga minyak goreng diakibatkan karena kenaikan harga minyak sawit atau 'crude palm oil' (cpo) dunia sebagai bahan baku dasar minyak goreng.  Sehingga produsen minyak goreng harus membeli bahan baku 'cpo' dengan harga mahal juga. 

Sedangkan kenaikan harga 'cpo' dapat disebabkan antara lain karena kenaikan permintaan 'cpo' dunia dan pasokan minyak sawit yang menurun. Hukum ekonomi 'supply and demand' kalau permintaan tinggi sementara supply sedikit maka harga akan naik.

apa masyarakat awam tidak banyak yang dapat memahami mekanisme tersebut.

Publik lebih memahami bahwa sebagai penghasil sawit dan CPO terbesar di dunia tentu masyarakatnya bisa mendapatkan minyak goreng dengan harga yang murah / wajar.

Logika pertanyaan selanjutnya adalah, apakah jika harga cpo turun akan menyebabkan harga minyak goreng juga akan turun? Pengalaman selama ini menunjukkan kenaikan harga komoditi di tingkat masyarakat harga yang sudah naik cenderung tidak turun.

Adalah menjadi ironi, sebagai negara pengekspor 'cpo' terbesar dunia, pengusaha kelapa sawit menerima keuntungan sebagai dampak kenaikan, pemerintah menerima pemasukan pajaknya tetapi masyarakat bawah tidak dapat menikmati harga minyak goreng dengan harga murah.

Apakah kenaikan harga tersebut karena sebagian besar CPO untyuk ekspor? Bukankah lebih baik diprioritaskan mencukupi kebutuhan dalam negeri baru dilakukan ekspor? Ya...ini kembali lagi dengan prinsip pengusaha, kalau bisa unytuk lebih besar mengapa tidak?

Kalaupun permintaan minyak sawit untuk konsumsi dalam negeri mengalami kenaikan  seharusnya sudah bisa diperhitungkan. Apakah karena disparitas harga jual menyebabkan pengusaha lebih suka ekspor dari pada menjual di dalam negeri? Publik sangat diharapkan perhatian pengusaha pengekspor 'cpo' maupun pemerintah sebagai regulator.

Pemangku kebijakan perlu menjelaskan permasalahan ini secara gamblang kepada masyarakat dan segera mengambil langkah antisipasi guna mengontrol harga minyak goreng sekarang ini bisa lebih terjangkau, syukur bisa kembali ke harga semula. Apakah bisa?

Apalagi Kementerian Perdagangan sudah mengatakan tren kenaikan harga minyak goreng bakal berlanjut seiring momentum siklus komoditas hingga tahun 2022 bahkan berpotensi terus bergerak, diprediksi hingga kuartal pertama 2022 pun masih terus meningkat karena termasuk komoditas yang 'supercycle' (Bisnis.com 24/11/2021). 

Bagi sebagian kalangan mampu mungkin kemahalan minyak goreng ini tidak berarti banyak. Namun bagi sebagian besar rakyat Indonesia kenaikan harga minyak goreng, yang merupakan salah satu kebutuhan pokok, jelas mengganggu perekonomian keluarga. Dalam kondisi sulit sekarang ini apalagi menjelang hari besar keagamaan akhir tahun, beban ekonomi masyarakat semakin berat.

Kenaikan harga minyak goreng akan memicu kenaikan harga-harga komoditi atau produk makanan lainnya, karena minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok kita. Kita berharap ada penjelasan atau langkah perbaikan dari pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun