Mohon tunggu...
Djho Izmail
Djho Izmail Mohon Tunggu... Administrasi - Pejalan kaki yang lambat

Bercerita dari Kampung Bermukim Maya di: https://pangeranrajawawo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Narsis dan Promosi Tempat Wisata

17 Oktober 2015   08:11 Diperbarui: 17 Oktober 2015   08:11 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Narsis sudah menjadi bagian dalam kehidupan dewasa ini. Narsis menjadi salah satu bagian gaya hidup yang dibanggakan. Narsis ini juga sebenarnya ditunjang oleh perkembangan teknologi. Berbagai tawaran ponsel pintar dengan berbagai jenis kamera dan software atau aplikasi pendukung seseorang menjadi lebih dari sekedar yang dilihat aslinya. Berbagai tawaran kamera depan belakang membuat sebuah merek dagang sebuah handphone begitu laris.

Kembali lagi pada narsis tadi. Salah satu kenarsisan tenyata memberikan peluang usaha bagi mereka yang peka terhadap kebutuhan alay masyarakat. Narsis juga ternyata telah memberikan dampak positif pada perkembangan pariwisata. Dengan kenarsisan, seseorang mampu mengubah swafotonya di sebuah tempat baru menjadi tempat yang begitu digandrungi banyak orang.

Sebenarnya, hakikat mau pamer seseoranglah penyebabnya. Bermodalkan kamera SLR atau kamera handphone, seseorang begitu bangga karena telah sampai pada suatu tempat yang indah. Akibat “mau pamer” dan “tidak mau kalah” itulah, orang mulai bersaing untuk ke sebuah tempat dan mulailah prosesi swafoto dengan berbagai gaya.

Foto-foto yang diunggah ke media sosial itulah yang membuat orang lain terpicu dan ingin ke sana. Di sinilah awal yang baik untuk menjadikan sebuah tempat menjadi tempat pariwisata. Ini menjadi PR bagi pemerintah yang berkecimpung di dunia pariwisata atau pun pihak swasta yang mencari nafkah dalam dunia pariwisata. Lihat saja sebuah tempat di Ende yang begitu digandrungi anak muda.

Adalah tempat yang dulunya bernama Tengu Manu. Entah kenapa, orang mulai mengenalinya sekarang dengan nama Bukit Cinta. Pemberian nama bukit cinta itu masih menyimpan berbagai penafsiran. Apakah di bukit itu banyak menemukan orang yang sedang “bercinta”? ataukah bukit itu membuat orang jatuh cinta? Mungkin saja di bukit inilah orang yang dulunya benci menjadi saling mencintai. Atau berbagai pertanyaan seputar bukit dan cinta lainnya.

Terlepas dari itu, bukit cinta telah menjadi buah bibir di Ende. Sudah ada lapak-lapak orang menjual dagangannya, ketika saya melewatinya sebulan yang lalu. Apakah tempat ini menjadi sebuah destinasi baru pariwisata. Ah, entalah. Biarkan waktu yang menjawab. Asalkan jangan “bercinta” di situ ya!!

Foto-foto Bukit Cinta silahkan Klik di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun