Senin senja (08 september 2014), saya bergegas mandi. Hari itu, saya akan pergi ke sebuah kampung. Saya ditugaskan dari gereja untuk menjadi fasilitator dalam pertemuan Katekese di Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN), yang biasanya dirayakan oleh umat katolik setiap tahun pada bulan September. Saya berangkat dengan seorang kakak, karena kebetulan dia satu arah dengan saya, juga memberikan katekese di kampung tetangga dengan kampung yang akan saya datangi. Dalam aturan gereja katolik, dikenal juga wilayah terkecil dari sebuah paroki adalah Komunitas Umat Basis (KUB).
Saya tiba lebih dahulu, karena kakak yang bersama saya tadi harus berjalan sekitar lima ratus meter lagi kearah selatan. Sekitar pukul 18.42, saya sudah tiba di rumah Ketua KUB. Kami bersepakati untuk mulai katekese pukul 19.00, karena sudah dua kali tertunda karena beberapa kesibukan umat di KUB tersebut. Di sana saya disambut dengan segelas teh hangat. Di sela minum teh dan menunggu kedatangan umat lain ke rumah tersebut, Sang Ketua KUB bercerita tentang dua orang tamunya. Kedua gadis yang menjadi tamunya itu juga keponakannya yang tinggal dan menetap di Pulau Timor, NTT.
Dari cerita tentang sikap mereka sampai juga cerita yang membuat saya menyimak dengan saksama, karena berhubungan dengan pemberitaan media massa selama ini tentang human trafficking. Saya yang kebetulan cukup rajin mengikuti pemberitaan tentang Pak Rudy Soik di televisi dan juga di dunia maya khususnya twitter, dengan beberapa kicaun dari beberapa teman dengan sangat antusias. Saya bercerita sedikit tentang permasalahan seorang polisi yang melaporkan oknum polisi lainnya tentang kasus penjualan orang di NTT tersebut.
Cerita kami terhenti ketikaumat mulai berdatangan. Kami melanjutkan kegiatan utama malam itu, yakni katekese. Sampai selesai sekitar pukul 20.54. setelah katekese, banyak umat yang memilih untuk kembalike rumah mereka. Tinggal beberapa orang beserta ketua KUB dan keluarganya. Kami bercerita berbagai topik sambil makan malam, termasuk topik tentang TKW. Saya melanjutkan cerita sambil menunggu kakak yang datang bersama saya tadi. Hingga pukul sebelas malam lewat.
Dari cerita tersebut, saya kemudian ke rumah tetangga yang kebetulan berasal dari kampung saya, hanya saja dia menikah dengan orang di kampung yang saya datangi itu. (dalam status kekerabatanpun, terhitung saya masih memanggilnya Bibi.) saya sengaja datang ke rumahnya sebab kedua gadis yang diceritakan itu ada di rumah. Ketika saya masuk mereka sedang menonton TV. Saya sengaja bercerita dengan Bibi pemilik rumah. Selang beberapa saat saya langsung sengaja bertanya kedua gadis itu. Mereka lalu memperkenalkan diri.
Dari cerita mereka, saya kemudian mendapat cerita langsung yang benar tentang pengalaman mereka. Mereka ternyata dua gadis yang baru saja lulus SMA di kampung mereka. Ceritanya, mereka di ajak oleh seorang Ibu untuk mendapatkan pekerjaan sebagai Penatalaksana Rumah Tangga (PRT) di kalimantan. Istilahnya TKW Lokal. Mereka berangkat sebelum pengumuman kelulusan mereka. Ketika ditanya alasan kenapa mereka mau. Katanya mereka ingin mencari pengalaman, lagi pula masih di wilayah Indonesia. Dari perkenalan dengan Ibu tadi, mereka kemudian berkenalan dengan suami Si Ibu itu.
Mereka kemudian diberangkatkan menggunakan pesawat ke Jakarta. Tepatnya Jakarta Barat. Di sana ada seorang Bapak yang menampung mereka di perumahannya, dengan janji mereka akan diberangkatkan ke setelah dua minggu. Di sana ada beberapa TKW yang siap diberangkatkan ke Luar Negeri. Namun, setelah waktu yang dijanjikan mereka tak juga diberangkatkan. Salah seorang dari mereka kemudian bisa melarikan diri menggunakan ojek ke Monas. Di sana dia melaporkan kejadian itu ke security dan dilanjutkan ke polisi. Mereka kemudian bisa dibebaskan dan diterbangkan kembali ke Kupang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H